LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II KERACUNAN AKUT DAN ANTIDOTUMNYA

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

KERACUNAN AKUT DAN ANTIDOTUMNYA


OLEH :

Kls/Smt : A/IV

Kelompok 2

Nama Kelompok :

  1. Putu Ayu Purnamasari (131010)
  2. Komang Ayu Sarini (131011)
  3. Dewi Putriyani             (131012)
  4. Ni Luh Dian Pratiwi             (131013)
  5. I Putu Esa Diputra Anjasmara             (131014)
  6. Dewa Ayu Dwina Inggriani             (131015)
  7. Dewa Ayu Embas Saraswati             (131016)
  8. Ni Putu Erna Widiasmini             (131017)
  9. Eugenius Surya Puji (131018)

AKADEMI FARMASI SARASWATI DENPASAR

2015

BAB I

PENDAHULUAN

  • Tujuan Percobaan

Untuk melihat gejala-gejala dan melakukan tindakan untuk menanggulangi keracunan akut.

  • Teori dasar
  1. Racun dan Keracunan

Racun (toxicon) adalah zat (umumnya berupa substansi kimia) yang dalam jumlah kecil dapat membahayakan kesehatan atau kehidupan. Ilmu yang mempelajari racun (sumber, efek, cara kerja, cara melacak, diagnosis dan terapi keracunan) disebut toksikologi.

Racun dapat digolongkan berdasarkan toksisitas atau daya meracuninya menjadi:

  1. Racun kuat
  2. Racun sedang
  3. Racun ringan

Berdasarkan sumber (asal) atau bidang kegunaannya dapat dibagi menjadi :

  1. Racun dalam industri. Misalya : asam, basa, logam berat, cairan pewarna.
  2. Racun pertanian. Misalnya : insektisida, rodentisida, fungisida, herbisida, dll
  3. Racun rumah tangga. Misalnya : disinfektan, cat, cairan pembersih.
  4. Racun medic. Misalnya : bakteri, virus dan obat dan berkas perban

Racun dibedakan berdasarkan organ sasaran utama menjadi :

  1. Hepatotoksin (racun pada hati)
  2. Nefrotoksin (racun pada ginjal)
  3. Neurotoksin (racun pada saraf), dll

Keracunan adalah suatu keadaan adanya racun di dalam tubuh sedemikian rupa sehingga menimbulkan gangguan kesehatan. Gejala keracunan dapat muncul atau tidak tampak tergantung pada kerusakan yang ditimbulkan. Kerusakan yang ditimbulkan ini dipengaruhi oleh jenis dan jumlah (dosis) racun, cara masuknya racun ke dalam tubuh, organ sasaran dan lamanya terdedah atau terpejan. Gangguan yang timbul akbat dari pendedahan dalam waktu singkat disebut keracunan akut dan jika pendedahan terjadi dalam waktu lama, gangguan kesehatan dikenal sebagai keracunan kronis.

  1. Penyebab keracunan
  • Accidental poisioning (keracunan disengaja) biasanya terjadi pada anak dibawah umur 5 tahun karena kebiasaanya memasukkan segala benda yang dijumpai ke dalam mulut. Seperti obat berlapis gula atau asetosal pun menarik bagi mereka.
  • Barbiturate dan hipnotik sedative lain merupakan pilihan pertama untuk bunuh diri orang dewasa sedangkan opiate biasanya sering disalahgunakna oleh anak muda sehingga menyebabkan keracunan.
  • Enterotoksin Stafilokokus sering mencemari makan dan menyebabkan keracunan.
  • Toksin botulinus mungkin terdapat dalam makanan kaleng yang sudah rusak karena pengawetan yang kurang sempurna,makan sehari – hari juga dapat mengandung racun seperti sianida pada singkong.
  1. Gejala dan Diagnosis Keracunan
  • Kesadaran

Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang beratnya keracunan. Makin dalam koma, makin berat keracunannya, dan angka kematian bertambah dengan bertambah dalamnya koma.

  • Respirasi

Seringkali hambatan pada pusat nafas merupakan sebab kematian pada keracunan, karena itu frekuensi nafas dan volume semenit harus diperhatikan. Jalan nafas juga sering terhambat oleh sekresi mucus yang dapat berbahaya bila tidak segera dibersihkan. Hal ini dijumpai pada keracunan insektisida, organofosfat atau karbamat.

  • Tekanan darah

Syok sering dijumpai pada keracunan. Biasanya keadaan syok tidak begitu berat dan dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana. Syok berat biasanya berkaitan dengan kerusakan pusat vasemotor dan prognosisnya buruk

  • Kejang

Kejang menandakan adanya perangsangan SSP, medulispenalis atau hubungan saraf otot. Kobinasi antara koma dan rangsangan SSP dapat terjadi pada keracunan beberapa obat. Misalnya metualon menimbulkan koma, hipertoni , refleks meningi, kronus, serta hipererktensi reflek plantar.

  • Jantung

Beberapa obat menimbulkan kelainan ritme jantung sehingga dapat terjadi gejala payah jantung atau henti jantung. Untuk menentukan keracunan obat misalnya digitalis, anti depresi, trisiklik, dan hidrokarbon berklorida, serta pengobatannya, diperlukan pengetahuan khusus tentang mekanisme terjadinya aritme ini.

  1. Pengobatan Keracunan Akut

Pengobatan keracunan akut biasanya berupa terapi untuk menolongfungsi vital (tekanan darah dan respirasi), mencegah absorpsi racun lebih lanjut dengan cara emesis (memuntahkan kembali isi lambung), gastric lavage atau bilas lambung, pemberian absorben untuk mengikat (reaksi fisikokimiawi) atau memberi pencahar (laksan). Jika tersedia antidotum khas spesifik dapat diberikan untuk melawan efek racun secara farmakologik. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mempercepat ekskresi dengan cara forced dieresis (dieresis paksa) dengan member infus cairan fisiologis, dialisis (hemodialisis dan peritoneal dialisis) dan hemoperfusa.

Pertolongan pertama pada keracunan akut misalnya pada keracunan lewat permukaan tubuh (mata dan kulit) dilakukan usaha untuk menghilangkan racun yang berada pada permukaan tubuh itu dengan cara menggunakan dengan air yang mengalir pelan-pelan. Pemuntahan kembali isi lambung (racun yang sudah terlanjur tertelan) dapat dilakukan dengan cara menyentuh dinding belakang faring (secara mekanik) atau dengan cara memberikan emetika (obat pemicu muntah).

  1. Antidotum (Penawar Racun)

Antidotum diberian untuk melawan efek racun yang sudah terlanjur masuk tubuh. Antidotum berdasarkan cara kerjanya menjadi :

  1. Antidotum Fisik

Antidotum fisik bekerja dengan cara mengadopsi (ikatan-kimiawi) sehingga absorpsi terhambat. Misalnya : arang aktif, susu, putih telur dan air. Air dapat bekerja sebagai antidotum fisik karena air dapat mengencerkan racun dalam saluran cerna dan menimbulkan dieresis.

  1. Antidotum Kimiawi

Antidotum kimiawi berkerja dengan cara mengikat racun sehingga terhambat absorpsinya atau tidak berefek. Misal : kalium permanganat untuk racun alkaloida dan BAL atau dimercaprol untuk keracunan logam berat.

  1. Antidotum Fisiologik

Antidotum fisiologik merupakan zat yang mempunyai efek fisiologik yang berlawanan dengan efek racun penyebab keracunannya. Misalnya atropin untuk keracunan pilokarpin atau obat muskarinik lainnya.

  1. Racun dan Antidotum Pada Praktikum
  • Racun Kalium Sianida (KCN)

KCN adalah salah satu senyawa anorganik paling beracun , berbentuk kristal (tampilannya mirip gula), tak berwarna dan mudah sekali larut dalam air. Tidak semua orang bisa mendeteksi bau khas zat ini yang seperti almond. KCN biasa digunakan dalam pertambangan, electroplating, dan fotografi. KCN sering juga digunakan sebagai insektisida. Bahan-bahan yang terkandung KCN di dalamnya meliputi insektisida, gasolin, produk pelurus rambut, cairan pemutih, pembersih toilet, dsb.

Farmakokinetik dan farmakodinamik sianida :

Terdapat beberapa cara masuknya sianida yaitu :

  1. Sianida masuk dengan cara dihirup atau terhirup, umumnya adalah hidrogen sianida di udara hasil pembakaran tidak sempurna dari produk yang mengandung karbon dan nitrogen misalnya plastik.
  2. Ingesti atau melalui kulit. Kontak langsung dengan hidrogen sianida dalam bentuk cair pada kulit dapat menimbulkan iritasi
  3. Per oral. Tertelan dalam bentuk garam sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah terserap masuk dalam saluran pencernaan. Gejala muncul paling lambat pada rute ini.natrium dan kalium sianida akan melewati detoksifikasi hati terlebih dahulu. Distribusi sianida sangat cepat dan merata diseluruh jaringan akan tetapi pada beberapa tempat konsentrasinya tinggi seperti pada hati, paru, darah dan otak.
  • Antidotum Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
  • Digunakan :
  1. Parenteral: digunakan sendiri atau bisa dengan natrium nitrit atau amil nitrit dalam keracunan sianida; mengurangi risiko nefrotoksisitas terkait dengan terapi cisplatin; pengobatan keracunan sianida karena nitroprusside
  2. Topikal: pengobatanpanu
  • Kontraindikasi : hipersensitif terhadap natrium tiosulfat
  • Peringatan: keamanan untuk kehamilan itu belum ditetapkan, menghentikanpenggunaan topical jika terjadi iritasi atau sensitive.
  • Reaksi merugikan/efek samping :
  • Kardiovaskuler : hipotensi
  • Dermatologi : iritasi local
  • Gastrointestinal : mual, muntah
  • Mekanisme kerja :

Racun sianida dalam dosis kecil yang masuk tubuh akan segera diubah menjadi tiosianat dengan bantuan enzim rhodanase

  • Farmakodinamik/kinetik:

Absorpsi : oral

Distribusi : cairan ekstraselular

Metabolisme : 0,65 jam

Ekskresi : urin (28,5% obat tidak berubah)

  • Dosis: keracunan sianida

Catatan kematian dari keracunan sianida dapat terjadi dengan cepat, jangan menunda pemberian obat penawar dalam hal yang sangat dicurigai atau dikonfirmasi keracunan sianida biasanya diberikan bersamaan dengan amil nitrit dan natrium nitrit

Anak-anak: dosis maksimum 12,5 g diberikan lebih dari 10 menit dapat mengulang di 1/2 dosis asli jika gejala kembali

Dewasa 12,5 g diberikan lebih dari 10 menit dapat mengulang di 1/2 dosis asli jika gejala kembali

 BAB II

METODE PRAKTIKUM

  • Alat, Bahan, Obat dan hewan percobaan yang diperlukan

Alat dan bahan yang digunakan :

  1. Spuit injeksi dengan jarumnya yang steril
  2. Timbangan
  3. Senter
  4. Stopwatch
  5. Aquadest

Obat yang diperlukan :

  1. Larutan KCN 0,25%
  2. Larutan Na Tiosulfat 10%

Hewan percobaan :

  1. Marmot
  • Cara Kerja
  1. Timbang dan amati sikap (hiperaktif, aktif, hipoaktif ), sianosis (pada telinga, mukosa mulut dan hidung), repirasi (frekuensi, kualitas atau tipe), denyut jantung, salivasi, reflek-reflek pada stimuli dari luar pada marmot.
  2. Kemudian suntikan secara intraperitoneal sebanyak 0,5 ml KCN pada marmot lalu amati selama 5 menit
  3. Sesudah gejala-gejala keracunan Nampak jelas lalu suntikkan Na Tiosulfat 1ml pada marmot dan diamati kembali.
  4. Bila selama 4-5 menit gejala-gejala keracunan belu berkurang, ulangi kembali pemberian Na Tiosulfat, amati terus sampai gejala keracunan hilang.

BAB III

HASIL PENGAMATAN

 

  • Perhitungan Dosis

KCN   = ¼ x 5 mg / kg BB

                        = ¼  x 5 mg x 0,42405

                        = 0,53 mg

                        = 0,5 ml yang disuntikkan

Na tiosulfat     = 250 mg x 0,42405 kg

                                    = 106,0125

2 x dosis          = 106,0125 x 2

                                    = 212,025 mg dan dilarutkan dalam 2 ml air

                                    = 2 ml yang disuntikkan

  • Sebelum disuntik KCN (racun) :
  1. Sikap : Aktif
  2. Sianosis : Tidak ada lendir
  3. Respirasi : 109 kali/menit
  4. Saliva : Tidak ada
  5. Reflek mata : Tidak berkedip
  6. Tremor, kejang – kejang : Tidak
  • Setelah disuntik KCN (racun) :
  1. Menit pertama : Aktif, nafas tidak beraturan.
  2. Menit ketiga :  Mengeluarkan urin
  3. Menit ke lima : Hipoaktif.
  • Setelah disuntik Na tiosulfat (antidotum) :
  1. Hewan percobaan aktif kembali.

 

BAB IV

PEMBAHASAN

 

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk melihat gejala-gejala dan melakukan tindakan untuk menanggulangi keracunan akut. Tujuan terapi antidotum yaitu untuk membatasi intensitas efek toksik racun, sehingga bermanfaat untuk mencegah timbulnya efek berbahaya selanjutnya.

Pada praktikum ini digunakan satu ekor marmot yang memiliki berat 0,42405 kg. ketika diamati sebelum disuntikannya racun pada marmot, sikap marmot aktif, dari uji sianosis (telinga, mukosa mulut dan hidung) tidak ada lendir, respirasi : 109kali/menit, tidak ada saliva, reflek mata tidak berkedip, tremor dan kejang – kejang tidak ada.

Kemudian disuntikkan larutan KCN 0,25% dengan dosis ¼ x 5 mg/kg BB sehingga didapatkan larutan KCN sebanyak 0,5 ml yang disuntikkan pada marmot secara intraperitoneal dan diamati selama 5 menit. Kalium sianida ini digunakan sebagai zat penyebab keracunan sehingga dapat menimbulkan gejala efek toksik. Pada menit pertama marmot  aktif dan nafas tidak beraturan selanjutnya pada menit ketiga marmot tersebut mengeluarkan urin. Pengeluaran urin ini diakibatkan karena efek racun yang mulai bekerja sehingga marmot stress dan pada menit kelima marmot tersebut hipoaktif  dan nafasnya mulai melemah.

Setelah gejala keracunan nampak lalu disuntikkan larutan Na tiosulfat 10% dengan perhitungan dosis 250 mg/kg BB sehingga didapatkan larutan Na tiosulfat sebanyak 0,2 g yang dilarutkan dalam 2 ml aquadest dan disuntikkan sebanyak 1ml secara intraperitoneal kemudian setelah disuntikan marmot aktif kembali. Na Tiosulfat sebagai antidotum bekerja dengan mempercepat perubahan sianida dengan bantuan rhodanase menjadi tiosianat (SCN) yang bersifat kurang toksik. Selain itu, tiosianat berbentuk ion sehingga dapat lebih mudah untuk di ekskresikan dan toksisitasnya menjadi berkurang.

BAB V

KESIMPULAN

Racun (toxicon) adalah zat (umumnya berupa substansi kimia) yang dalam jumlah kecil dapat membahayakan kesehatan atau kehidupan.

Keracunan adalah suatu keadaan adanya racun di dalam tubuh sedemikian rupa sehingga menimbulkan gangguan kesehatan.

Penggunaan sianida sebagai racun sebanyak 0,5 ml tersebut merupakan derajat racun yang ringan yang hanya denyut nadi cepat, sakit dan lemah.

Dan penggunaan Na tiosulfat sebagai antidotum sebanyak 1 ml dapat melawan efek toksisitas sianida.

DAFTAR PUSTAKA

Santoso Puguh, dkk. 2014. Petunjuk Praktikum Farmakologi I. Akademi Farmasi Saraswati Denpasar

Gan Gunawan Sulistia, Setiabudy Nafrialdi Rianto, Elysabeth,. 2007. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUP, Jakarta

Darmono Syamsudin, 2011. Buku Ajar Farmakolgi Eksperimental. Universitas Indonesia Jakarta

Priyanto, Batubara Lilian. 2008. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan. Lembaga Sosial dan Konsultasi Farmakologi (Leskonfi), Jakarta

American Pharmacist Association . 2012. Drug Information Handbook, 21 th edition. Lexi-Comp

LAMPIRAN

 

Alat, bahan, obat dan hewan percobaan yang digunakan :

Marmot                       NaTiosulfat                              Spuit 1cc

Saat penyuntikan KCN                                                      Saat penyuntikan Na Tiosulfat

Setelah penyuntikan Na Tiosulfat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *