KEPATUHAN PENDERITA DIABETES MILITUS DALAM MENJALANI TERAPI
(Studi Kasus Pada Penderita Diabetes Militus Tipe 2)
Oleh :
Kls/Smt : A/III
Nama Kelompok :
- Dewa Ayu Embas Saraswati (131016)
- Ni Putu Erna Widiasmini (131017)
- Eugenius Surya Puji (131018)
- Fransiska Oktaviana Mei (131019)
- Gusti Agung Ayu Ketut Sudiariyanti (131020)
AKADEMI FARMASI SARASWATI DENPASAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji, seperti makanan dan minuman berkadar gula tinggi, sudah menjadi gaya hidup masyarakat moderen sekarang ini yang kemudian memicu timbulnya penyakit-penyakit akibat pola makan dan minum yang tidak sehat. Salah satu penyakit yang dapat terjadi makan adalah Diabetes Mellitus (DM) atau penyakit gula darah. DM merupakan salah satu penyakit yang cukup menonjol di antara penyakit-penyakit yang lain seperti jantung, kanker serta stroke. Penyakit-penyakit tersebut diakibatkan oleh pola makan, gaya hidup kurang sehat serta tidak diimbangi oleh olahraga yang kemudian memicu menurunnya antibodi dan menyebabkan kerusakan pada organ serta sistem tubuh yang vital.
Dalam Diabetes Atlas 2000 (Internasional Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevelensi DM sebesar 4,6%, di perkirakan pada tahun 2000 pasien DM akan berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti ini , diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes. Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis / subspesialis. Semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, harus ikut serta dalam usaha menanggulangi timbulnya ledakan DM ini harus sudah dimulai dari sekarang.
Diabetes melitus dapat menyerang warga segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Di Indonesia saat ini masalah DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas SDM, terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita diabetes militus ?
2) Bagaimana cara-cara mengurangi ketidakpatuhan penderita diabetes militus ?
3) Bagaimana cara-cara meningkatkan kepatuhan penderita diabetes militus ?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita diabetes militus
2) Mengetahui dan dapat memahami cara-cara mengurangi ketidakpatuhan penderita diabetes militus
3) Mengetahui dan memahami cara-cara meningkatkan kepatuhan penderita diabetes militus
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Diabetes Militus adalah gangguan kronis dimana tubuh tidak dapat membuat atau menggunakan insulin dengan semestinya. Insulin adalah hormon yang disekresikan oleh pankreas yang mengontrol pergerakan glukosa ke dalam sel-sel dan metabolisme glukosa”. Ketika terjadi disfungsi insulin, maka akan terjadi kelebihan insulin dalam darah dan hal ini akan dilepaskan atau dikeluarkan melalui urin. Diabetes dapat juga didefinisikan sebagai gangguan yang ditandai oleh berlebihnya gula dalam darah (hyperglycemia) serta gangguan-gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yang bertalian dengan definisi absolut atau sekresi insulin. Gejala khas pada penderita DM berupa poliuria (kencing berlebih) polidipsia (haus berlebih), lemas dan berat badan turun meskipun nafsu makan meningkat (polifagia). Gejala lain yang mungkin dirasakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impoten pada pasien pria serta piuritas pada pasien wanita. DM memang tidak menunjukan gejala khas yang mudah dikenali. Kesulitan dalam mengetahui gejala penyakit menyebabkan lebih dari 50% penderita tidak menyadari bahwa ia sudah mengidap DM.
Klasifikasi Diabetes Mellitus
Taylor (1995: 252) penyakit DM dibagi kedalam dua tipe utama, yaitu :
- Diabetes Militus Tipe 1 (DM tergantung insulin)
DM tipe ini disebabkan karena kekurangan insulin, biasanya berkembang relatif pada usia muda, lebih sering pada anak wanita daripada anak laki-laki dan diperkirakan timbul antara usia enam dan delapan atau 10 dan 13 tahun. Gejalanya yang tampak sering buang air kecil, merasa haus. Terlalu banyak minum, letih, lemah, cepat marah. Gejala-gejala tersebut tergantung dari usaha tubuh untuk menemukan sumber energi yang tepat yaitu lemak dan protein. DM tipe ini bisa di kontrol dengan memberikan suntikan insulin.
- Diabetes Militus tipe 2 (DM tidak tergantung insulin)
Tipe ini biasanya terjadi setelah usia tahun 40 tahun. DM ini disebabkan karena insulin tidak berfungsi dengan baik. Gejalanya antara lain : sering buang air kecil, letih atau lelah, mulut kering, impoten, menstruasi tidak teratur pada wanita, infeksi kulit, sariawan, gatal-gatal hebat, lama sembuhnya jika terluka. Sebagian besar penderita DM tipe ini mempunyai tubuh gemuk dan sering terjadi pada wanita berkulit putih.
Kasus DM yang banyak dijumpai adalah DM tipe 2, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin.
Rata-rata penderita mengetahui adanya DM pada saat kontrol yang kemudian ditemukan kadar glukosa yang tinggi pada diri mereka. Berikut beberapa gambaran laboratorium yang menunjukan adanya tanda-tanda DM yaitu:
- Gula darah sewaktu > = 200 mg/dl
- Gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa = tidak ada masukan makanan/kalori sejak 10 jam terakhir)
- Glukosa plasma dua jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 grm.
Penyebab Diabetes Mellitus
DM disebabkan karena virus atau bakteri yang merusak pankreas serta sel-sel yang memproduksi insulin dan membuat disfungsi autoimmun atau kekebalan tubuh. Sejak obat-obatan psikosomatik ada, terdapat kecurigaan bahwa faktor-faktor psikologis juga mempengaruhi seseorang terkena DM, misalnya depresi yang berkepanjangan atau kecemasan. Penderita DM baik tipe 1 maupun tipe 2 kelihatan sensitif. Hal tersebut merupakan dampak dari stres. Pada penderita DM tipe 1 stres mungkin akan mengendap yang berdampak pada gen.
Risiko dan Dampak Diabetes Mellitus
Seseorang yang mengidap penyakit DM akan memiliki penderitaan yang lebih berat jika semakin banyak faktor risiko yang menyertainya. Faktor risiko munculnya DM antara lain faktor keturunan, seseorang memiliki risiko untuk diserang DM sebanyak enam kali lebih besar jika salah satu atau kedua orang tuanya mengalami penyakit tersebut. Penderita DM dapat terserang hiperglikemia yaitu kadar gula darah yang sangat atau terlalu tinggi. Reaksinya terjadi secara berangsur-angsur seperti kulit kemerahan dan kering. Orang tersebut akan merasa ngantuk dan kesulitan bernafas, ingin muntah, lidah terasa kering. DM diasosiasikan dengan pengentalan pada pembuluh arteri oleh sampah-sampah atau kotoran dalam darah. Akibatnya pasien DM menunjukan tingkat yang tinggi untuk terkena resiko penyakit jantung koroner. DM juga menjadi penyebab utama kebutaan dan gagal ginjal pada orang dewasa. Selain itu, DM juga diasosiakan dengan kerusakan sistem syaraf yang meliputi kehilangan rasa sakit dan sensasi-sensasi lainnya. Selain hal-hal di atas, DM juga akan memperburuk fungsi tubuh yang lain misalnya gangguan makan dan sistem memori karena sistem saraf yang rusak pada orang tua.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita diabetes militus
- Karakteristik individu
Karakteristik individu meliputi usia, pendidikan, kepribadian, ciri kesakitan serta ciri pengobatan. Karakteristik individu ini berpengaruh pada kepatuhan penderita penyakit kronis seperti penyakit DM, dikarenakan perilaku ketaatan umumnya lebih rendah untuk penyakit kronis, karena penderita tidak dapat langsung merasakan akibat dari penyakit yang diderita.
Selain itu kebiasaan pola hidup lama, pengobatan yang kompleks juga mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien. Dunbar dan Wazack dalam Smet (1994: 225) menjelaskan bahwa tingkat ketaatan rata-rata minum obat untuk menyembuhkan kesakitan akut dengan pengobatan jangka pendek adalah sekitar 78%, sedangkan untuk kesakitan kronis dengan cara pengobatan jangka panjang seperti penyakit DM menurun sampai 54%. Hal ini dikarenakan adanya perubahan gaya hidup yang disarankan seperti berhenti merokok dan mengubah diet seseorang, secara umum hal ini sangat bervariasi dan terkadang sangat rendah untuk dilakukan oleh penderita. Namun terkadang karakteristik individu seperti usia, pendidikan dan kepribadian mampu mempengaruhi perubahan pola hidup dan kepatuhan individu.
Blumenthal et al dalam Niven (2002: 196) menjelaskan bahwa dari 35 orang pasien yang telah diberikan tes MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) menemukan bahwa data kepribadian secara benar dibedakan antara orang yang patuh dengan orang yang gagal. Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan kehidupan sosialnya memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Sedangkan pasien patuh, hal tersebut menunjukkan adanya keyakinan tentang kesehatan pada diri seseorang tersebut dalam menentukan respon terhadap anjuran pengobatan. Jadi memang ada bukti hasil penelitian yang penting bahwa keyakinan tentang kesehatan dan kepribadian seseorang berperan dalam menentukan respons pasien terhadap anjuran pengobatan.
- Persepsi dan pengharapan pasien
Persepsi dan pengharapan pasien terhadap penyakit yang dideritanya mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. Dalam teori Health Belief Model (HBM) mengatakan bahwa kepatuhan sebagai fungsi dari keyakinan-keyakinan tentang kesehatan, ancaman yang dirasakan, persepsi, kekebalan, pertimbangan mengenai hambatan atau kerugian dan keuntungan. Seseorang akan cenderung patuh jika ancaman yang dirasakan begitu serius, sedangkan seseorang akan cenderung mengabaikan kesehatannya jika keyakinan akan pentingnya kesehatan yang harus dijaga rendah.
Theory of Reasoned Action (TRA), menjelaskan bahwa sikap dan norma subjektif terhadap suatu penyakit mempengaruhi perilaku kepatuhan dan perilaku tersebut. Decision theory menurut Janis dalam Smet (1994: 256) menganggap pasien sebagai seorang pengambil keputusan, pasien sendirilah yang memutuskan apa yang akan dilakukanya dalam usaha pengobatan. Hal ini berkaitan dengan komunikasi yang terjalin antara pasien dengan profesional kesehatan. Oleh karena itu, pasien seharusnya diberitahu sebaik-baiknya mengenai prosedurnya, resiko dan efektivitas pengobatan agar mereka dapat mengambil keputusan yang tepat.
Teori pengaturan diri, Leventhal dalam Smet (1994: 256) menyatakan bahwa orang akan menciptakan representasi ancaman kesehatan mereka sendiri dan merencanakan dalam hubunganya dengan representasi. Model tentang kesakitan pasien ini dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap saran dari dokter karena pasien yang merasa perilakunya tidak patuh maka akan berpengaruh pada ancaman rasa sakit yang akan dirasakan waktu yang akan datang, sehingga pasien akan cenderung mematuhi nasehat dokter. Jadi perilaku ketaatan meliputi proses sibernetis yang diarahkan oleh pasien, dengan modifikasi periodik yang dibuat oleh pasien tersebut.
- Komunikasi antara pasien dengan dokter
Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter mempengaruhi tingkat ketidakpatuhan, misalnya kurangnya informasi dengan pengawasan, ketidakpuasan terhadap pengobatan yang diberikan, frekuensi pengawasan yang minim. Hubungan antara kepuasan dengan kepatuhan telah banyak diteliti, berkaitan dengan komunikasi yang terjalin dengan profesional kesehatan, Ley et al dalam Smet (1994: 255) telah merumuskan sebuah bagan model kognitif yang menjelaskan hubungan antara pengertian, ingatan, kepuasan, dengan perilaku kepatuhan pasien.
- Dukungan sosial
Hubungan antara dukungan sosial dengan kepatuhan pasien telah dipelajari secara luas. Secara umum, orang-orang yang merasa mereka menerima penghiburan, perhatian dan pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang atau kelompok biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis, daripada pasien yang kurang merasa mendapat dukungan sosial. Sarafino dalam Smet (1994: 256) menyatakan bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam kepatuhan seseorang. Becker dalam Smet (1994: 257) menyarankan bahwa interaksi keluarga harus diintegrasikan pada proses pengaturan diri pasien tersebut dalam menjalani pengobatan. Variabel-variabel yang lain yang juga sangat penting antara lain sikap sosial terhadap sistem perawatan kesehatan khususnya untuk mematuhi serta mengkomunikasikannya terhadap para tenaga kesehatan.
3.2 Cara-cara mengurangi ketidakpatuhan penderita diabetes militus
Dinicola dan Dimatteo dalam Niven (2002: 196) mengusulkan rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien antara lain :
- Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri, banyak dari pasien yang tidak patuh yang memiliki tujuan untuk mematuhi nasihat-nasihat pada awalnya. Pemicu ketidakpatuhan dikarenakan jangka waktu yang cukup lama serta paksaan dari tenaga kesehatan yang menghasilkan efek negatif pada penderita sehingga awal mula pasien mempunyai sikap patuh bisa berubah menjadi tidak patuh. Kesadaran diri sangat dibutuhkan dari diri pasien.
- Perilaku sehat, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, sehingga perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga mempertahankan perubahan tersebut. Kontrol diri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri harus dilakukan dengan kesadaran diri. Modifikasi perilaku harus dilakukan antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan agar terciptanya perilaku sehat.
- Dukungan sosial dari anggota keluarga, dan sahabat dalam bentuk waktu, motivasi dan uang merupakan faktor-fakor penting dalam kepatuhan pasien. Contoh yang sederhana, tidak memiliki pengasuh, transportasi tidak ada, anggota keluarga sakit, dapat mengurangi intensitas kepatuhan. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidaktaatan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.
3.3 Cara-cara meningkatkan kepatuhan penderita diabetes militus
Smet (1994: 260) menyebutkan beberapa strategi yang dapat dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain :
- Segi penderita (internal)
Usaha yang dapat dilakukan penderita DM untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani terapi diet, olahraga dan pengobatan yaitu :
- Meningkatkan kontrol diri.
Penderita DM harus meningkatkan kontrol dirinya untuk meningkatkan ketaatannya dalam menjalani pengobatan, karena dengan adanya kontrol diri yang baik dari penderita DM akan semakin meningkatkan kepatuhannya dalam menjalani pengobatan. Kontrol diri yang dilakukan meliputi kontrol berat badan, kontrol makan dan emosi.
- Meningkatkan efikasi diri
Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang penting dari kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri mereka sendiri untuk dapat mematuhi pengobatan yang kompleks akan lebih mudah melakukannya.
- Mencari informasi tentang pengobatan DM
Kurangnya pengetahuan atau informasi berkaitan dengan kepatuhan serta kemauan dari penderita untuk mencari informasi mengenai DM dan terapi medisnya, informasi tersebut biasanya didapat dari berbagai sumber seperti media cetak, elektronik atau melalui program pendidikan di rumah sakit. Penderita DM 2 hendaknya benar-benar memahami tentang penyakitnya dengan cara mencari informasi penyembuhan penyakitnya tersebut.
- Meningkatkan monitoring diri
Penderita DM harus melakukan monitoring diri , karena dengan monitoring diri, penderita dapat lebih mengetahui tentang keadaan dirinya seperti keadaan gula dalam darahya, berat badan, dan apapun yang dirasakanya.
- Segi tenaga medis (external)
Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar penderita DM untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara lain :
- Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter
Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah memperbaiki komunikasi antara dokter dengan pasien. Ada banyak cara dari dokter untuk menanamkan kepatuhan dengan dasar komunikasi yang efektif dengan pasien.
- Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan cara pengobatanya. Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang yang berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien dan apa yang ia katakan secara umum diterima sebagai sesuatu yang sah atau benar.
- Memberikan dukungan sosial. Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi dukungan sosial. Selain itu keluarga juga dilibatkan dalam memberikan dukungan kepada pasien, karena hal tersebut juga akan menigkatkan kepatuhan, dalam Smet (1994: 260) menjelaskan bahwa dukungan tersebut bisa diberikan dengan bentuk perhatian dan memberikan nasehatnya yang bermanfaat bagi kesehatannya.
- Pendekatan perilaku. Pengelolaan diri (self managment) yaitu bagaimana pasien diarahkan agar dapat mengelola dirinya dalam usaha meningkatkkan perilaku kepatuhan. Dokter dapat bekerja sama dengan keluarga pasien untuk mendiskusikan masalah dalam menjalani kepatuhan serta pentingnya pengobatan (Smet, 1994: 261).
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Diabetes Melitus adalah gangguan kronis dimana tubuh tidak dapat membuat atau menggunakan insulin dengan semestinya. Insulin adalah hormon yang disekresikan oleh pankreas yang mengontrol pergerakan glukosa ke dalam sel-sel dan metbolisme glukosa”. Ketika terjadi disfungsi insulin, maka akan terjadi kelebihan insulin dalam darah dan hal ini akan dilepaskan atau dikeluarkan melalui urine. Diabetes dapat juga didefinisikan sebagai gangguan yang ditandai oleh berlebihnya gula dalam darah (hyperglycemia) serta gangguan-gangguan metabolisme karbonhidrat, lemak dan protein, yang bertalian dengan definisi absolut atau sekresi insulin.
- Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita diabetes militus yaitu :
- Karakteristik individu
- Persepsi dan pengharapan pasien
- Komunikasi antara pasien dengan dokter
- Dukungan sosial
- Cara-cara mengurangi ketidakpatuhan penderita diabetes militus, yaitu :
Segi penderita (internal)
- Meningkatkan kontrol diri.
- Meningkatkan efikasi diri
- Mencari informasi tentang pengobatan DM
- Meningkatkan monitoring diri
Segi tenaga medis (external)
- Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter
- Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan cara pengobatanya.
- Memberikan dukungan sosial.
- Pendekatan perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus dalam Menjalani Terapi Olahraga dan Diet (Studi Kasus Pada Penderita Diabetes Militus Tipe 2 Di Rsud Dr.Soeselo Slawi) Skripsi Disajikan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1 Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Oleh Dimas Saifunurmaza.pdf
Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Melitus dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Artikel Karya Tulis Ilmiah Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Strata – 1 Kedokteran Umum Oleh Achmad Yoga Setyo Utomo.pdf