HUBUNGAN RUTE PEMBERIAN OBAT DENGAN BIOAVAILABILITAS OBAT

LAPORAN  PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

HUBUNGAN RUTE PEMBERIAN OBAT DENGAN BIOAVAILABILITAS OBAT

 

 Oleh :

NI PUTU DEWI WAHYUNI                                  162200019

NI PUTU ERNA WIDIASMINI                             162200020

NI PUTU OZZY CINTIA DEWI                           162200021

PUTU AYU WIDYA GALIH MEGA PUTRI     162200022

NI PUTU IRMA RIANA RAHMADEWI             162200023

SANG PUTU GEDE ADI PRATAMA                 162200024

JURUSAN FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA

2017

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Tujuan Praktikum

Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui prinsip rute pemberian obat dengan bioavailabilitas obat.

  • Dasar Teori
    • Rute Pemberian Obat

Obat dapat diberikan melalui rute parenteral, enteral, inhalasi, transdermal (perkutan), atau intranasal untuk absorpsi sistemik. Setiap rute pemakaian obat mempunyai keuntungan dan kerugian tertentu. Beberapa karakteristik dari rute pemakaian obat memiliki keuntungan dan kerugian tertentu. Ketersediaan sistemik dan mula kerja obat dipengaruhi oleh aliran darah ke site pemakaian, karakteristik fisiko kimia obat dan produk obat, dan kondisi patofisiologis pada site absorpsi (Shargel, 2005).

Rute pemakaian oral merupakan rute yang paling lazim dan popular dari pendosisan obat. Bentuk sediaan oral harus dirancang untuk memperhitungkan rentang pH yang ekstrim, ada atau tidak adanya makanan, degradasi enzim, perbedaan permeabilitas obat dalam darah yang berbeda dalam usus, dan motilitas saluran cerna (Shargel, 2005). Pemberian intravena dan pemberian intraarterial menghilangkan semua masalah penyerapan, karena zat aktif langsung masuk ke dalam peredaran darah. Pemberian obat secara intramuskuler dan subkutan sering dilakukan, jika dikehendaki suatu efek yang cepat, terutama bila pemberian intravena dinyatakan lebih berbahaya dan pemilihan cara enteral tidak memungkinkan, misalnya obat dirusak oleh enzim lambung. Cara intramuskuler dan subkutan mempunyai karakteristik yang mirip, namun penyerapan zat aktif terjadi lebih cepat jika obat disuntikkan secara intramuskuler dibandingkan secara subkutan.

Bila suatu obat diberikan melalui suatu rute pemberian ekstravaskuler (oral, topikal, intranasal, inhalasi, rektal) pertama obat harus diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik dan kemudian berdifusi atau ditranspor ke site aksi sebelum menghasilkan aktivitas biologis atau terapeutik. Prinsip umum dan kinetika absorpsi dari site ekstravaskuler tersebut mengikuti prinsip yang sama seperti dosis oral, walau fisiologis site pemakaian berbeda.

  • Model Kompartemen

Model kompartemental merupakan model farmakokinetika klasik yang meniru proses kinetika absorpsi, distribusi, dan proses eliminasi obat dengan sedikit rincian fisiologis.

  • Model Kompartemen Satu

1.2.2.1.1 Pemberian Intravena

Model kompartemen satu terbuka pemberian intravena merupakan model yang menganggap bahwa obat dapat masuk dan meninggalkan tubuh, dan tubuh berlaku seperti suatu kompartemen tunggal yang seragam. Rute intravena merupakan rute pemakaian obat yang paling sederhana dari pandangan pemodelan. Model kinetik yang paling sederhana menggambarkan disposisi obat dalam tubuh adalah dengan menganggap obat diinjeksikan sekaligus dalam suatu kotak, atau kompartemen, dan obat berdistribusi secara serentak dan homogeny ke dalam kompartemen. Eliminasi obat terjadi dari kompartemen segera setelah injeksi (Shargel, 2005).

Pemberian obat melalui intravena dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui injeksi dan infus. Jika obat diberikan melalui intravena (IV) dengan cara injeksi, maka seluruh dosis obat diasumsikan akan langsung masuk ke dalam sistem peredaran darah dan laju absorpsi obat dapat diabaikan dalam perhitungan.  Setelah itu, obat akan mengalami proses eliminasi. Eliminasi yang terjadi diasumsikan berlangsung menurut proses orde satu, yaitu banyaknya obat yang tereliminasi sebanding dengan banyaknya obat yang ada dalam tubuh. Gambaran tentang model kompartemen satu pemberian intravena dapat diilustrasikan dalam gambar berikut:

                                                                                  Laju eleminasi (Ke)

Gambar 1. Model farmakokinetik satu kompartemen pemberian intravena.

Db = Jumlah obat dalam tubuh; Vd = Volume distribusi obat

Jika suatu obat sibrikan secara intravena bolus dosis tunggal dan obat tersebut terdistribusi sangat cepat dalam tubuh menurut model kompartemen 1. (Gambar 1), serta dieleminasi dengan proses orde pertama, hilangnya obat dalam tubuh per satuan waktu diterangkan sebagai berikut:

dDb/dt = -k. Db

Db adalah jumlah obat yang berada di dalam tubuh pada waktu (t) setelah pemberian intravena, k adalah tetapan kecepatan eleminasi orde pertama obat melalui metabolism urine, empedu, dan proses lainnya.

Selanjutnya untuk menerangkan perubahan jumlah obat dalam tubuh pada setiap waktu, persamaan  dapat diintegralkan menjadi:

Dbt = Div .e-k.t

Dimana Dbt adalah perubahan jumlah obat dalam tubuh pada tiap waktu, Div (dosis intravena) adalah jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh pada waktu t = 0, dan e adalah dasar logaritma natural. Berdasarkan persamaan dapat dirubah menjadi persamaan yang kemudian akan dapat menerangkan kadar obat dalam darah terhadap waktu dalam persamaan berikut:

Ct = Co .e-k.t

Dimana Ct adalah perubahan konsentrasi obat dalam tubuh tiap waktu, Co adalah konsentrasi obat yang ada dalam tubuh pada saat waktu t = 0, k adalah konstanta laju eleminasi dan e adalah dasar logaritma natural.

1.2.2.1.2 Pemberian Oral

Jika obat diberikan melalui oral, maka obat tersebut akan mengalami proses absorbsi lebih dahulu dengan laju yang tetap sebelum masuk ke dalam sistem peredaran darah. Oleh karena itu, laju absorbsi tidak dapat diabaikan. Ilustrasi dari model farmakokinetik satu kompartemen dapat dilihat pada Gambar 2.

Untuk obat-obat yang kinetikanya diterangkan dengan model 1-kompartemen terbuka dengan kecepatan absorbs dan eleminasi orde pertama berlaku persamaan difrensial sebagai berikut:

dDb/dt = ka. Dab – k.Db

Dimana dDb/dt adalah perubahan jumlah obat dalam tubuh setiap saat, Dab adalah jumlah obat di tempat absorbs, ka dan k berturut-turut adalah tetapan kecepatan absorbs dan eleminasi (orde-pertama) obat dari tubuh.

Selanjutnya dengan rekayasa matematis, dari persamaan diturunkan rumus baru yang digunakan untuk menerangkan perubahan konsentrasi obat di dalam tubuh sebagai fungsi waktu:

Ct =  –

Dimana F merupakan ketersediaan hayati (bioavailabilitas) dan Vd merupakan volume distribusi obat.

  • Model Kompartemen Ganda

Model kompartemen ganda dikembangkan untuk menjelaskan pengamatan dimana setelah suatu injeksi i.v. cepat, kurva kadar dalam plasma-waktu tidak menurun secara linier sebagai proses tunggal, laju orde kesatu. Kurva kadar plasma waktu mencerminkan eliminasi obat orde kesatu dari tubuh hanya setelah kesetimbangan distribusi atau kesetimbangan obat dalam plasma dengan jaringan perifer terjadi. Suatu obat mengikuti farmakokinetika dari suatu model kompartemen dua kesetimbangan dalam tubuh tidak terjadi secara cepat, sebagaimana yang terjadi pada model kompartemen satu. Pada model ini, obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen, kompartemen sentral dan jaringan atau kompartemen perifer. Kompartemen sentral mewakili darah, cairan ekstraseluler dan jaringan dengan perfusi tinggi. Kompartemen ke dua, dikenal sebagai kompartemen jaringan atau perifer, terjadi jaringan-jaringan yang mana obat bersetimbangan dengan lebih lambat. Transpor obat antar dua kompartemen dianggap terjadi melalui proses orde ke satu. Gambaran mengenai model kompartemen ganda dan persamaannya ditampilkan sebagai berikut:

  • Pemberian Intravena

Ada beberapa kemungkinan model kompartemen dua. Model A merupakan yang paling sering digunakan dan menggambarkan kurva kadar plasma-waktu teramati. Perjanjiannya, kompartemen satu adalah kompartemen sentral dan kompartemen dua adalah kompartemen jaringan. Tetapan laju “k” menunjukkan tetapan perpindahan laju orde ke satu untuk pergerakan obat dari kompartemen satu ke kompartemen dua, dan dari kompartemen dua ke kompartemen satu. Kadang-kadang tetapan perpindahan tersebut tetapan mikro dan harganya tidak dapat diestimasi secara langsung. Sebagian besar model kompartemen dua mengganggap bahwa eliminasi terjadi dari model kompartemen sentral, kecuali informasi lain dari obat ini diketahui. Eliminasi obat dianggap terjadi dari kompartemen sentral, oleh karena site utama eliminasi obat (ekskresi renal dan metabolisme obat hepatik) terjadi dalam organ ginjal dan liver, dengan perfusi darah yang tinggi.

Gambar 1. Kurva Kadar Plasma Waktu untuk Model Kompartemen Dua Terbuka

Cp = Ae-at + Be-bt

Tetapan a dan b berturut-turut adalah tetapan laju untuk fase distribusi dan fase eliminasi. Tetapan A dan B adalah intersep pada sumbu y untuk masing-masing grafik dengan metode residual atau komputer.

Kurva kadar obat dalam plasma-waktu menunjukkan suatu fase kesetimbangan awal yang cepat dengan kompartemen sentral (fase distribusi) yang diikuti oleh fase eliminasi setelah kompartemen jaringan berkesetimbangan dengan obat. Fase distribusi dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam dan dapat kehilangan semuanya bila pengambilan cuplikan darah terlambat atau interval yang lebar setelah pemberian obat.

  • Pemberian Oral

Pada pemberian Intravena kurva kadar plasma waktu untuk suatu obat yang mengikuti kompartemen dua menenjukkan kadar obat dalam plasma menurun secara biekponensial sebagai penjumlahan dari dua proses orde kesatu distribusi dan eliminasi. Namun pada pemberian oral, jika obat diberikan melalui oral, maka obat tersebut akan mengalami proses absorbsi lebih dahulu dengan laju yang tetap sebelum masuk ke dalam sistem peredaran darah. Oleh karena itu, laju absorbsi tidak dapat diabaikan sehingga dalam kompartemen dua ini, pemberian oral memiliki 3 fase yaitu fase absorpsi, distribusi dan eliminasi.

Gambar 2. Model Kompartemen Dua dan Persamaan Pemberian Oral

Keseluruhan laju sistemik obat dari suatu bentuk sediaan padat yang diberikan secara per oral mencangkup proses laju, laju absorpsi obat menyatakan hasil dari keseluruhan.

  • Parameter Farmakokinetika

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari model yang berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah, urin atau cairan hayati lainya. Parameter farmakokinetik suatu obat ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran dan mempelajari suatu kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi didalam tubuh.

Parameter farmakokinetik yang digunakan pada praktikum kali ini diantaranya adalah AUC (area under curve), Vd (volume distribusi), F (fraksi obat terabsorbsi atau bioavailabilitas), t-max (waktu maksimal) dan Cp max (konsentrasi plasma maksimum).

  • AUC

AUC merupakan parameter yang penting sebagai ukuran yang menggambarkan jumlah obat di dalam tubuh, sehingga sering dikaitkan  dengan efek farmakologi suatu obat. Karena obat di dalam darah ditentukan pula oleh proses disposisi obat (yaitu distribusi, metabolism dan ekskresi) sebagai fungsi waktu, maka semua proses farmakokinetik ini terwujud dalam luas area dibawah kurva kadar obat didalam darah terhadap waktu (AUC). Dengan kata lain, setiap perubahan AUC dapat mencerminkan perubahan efek obat. Berikut merupakan persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung nilai AUC.

  • Volume Distribusi

Volume distribusi merupakan suatu parameter yang berguna yangmengaitkan konsentrasi plasma dengan jumlah obat dalam tubuh. Dalamkinetika kompartemen ganda kita dapat menganggap secara matematik volume hipotesa, seperti dari kompartemen sentral dan volume perifer atauvolume kompartemen jaringan. Untuk suatu obat yang dianggap mengikutimodel kompartemen dua terbuka, ada beberapa volume distribusi yang dapatdiperhitungan. Persamaan Vd dapat dilihat sebagai berikut:

VD intravena =

VD oral dan intramuskular =

  • Bioavailabilitas

Bioavailabilitas menunjukan suatu pengukuran laju  dan jumlah bahan aktif atau bagian aktif yang diabsorbsi dari suatu produk obat dan tersedia pada site aksi. Untuk produk obat yang tidak ditujukan diabsorbsi ke dalam aliran darah, bioavailabilitas availabilitas absolut.

Availabilitas absolute obat adalah availabilitas sistemik suatu obat  setelah pemakaian ekstravaskuler misalnya oral, rectal, transderma, subkutan. Dibandingkan terhadap dosis i.v. availabilitas absolute suatu obat biasanya diukur dengan membandingkan AUC produk yang bersangkutan setelah pemberian ekstravaskuler dan i.v. pengukuran dapat dilakukan sepanjang VD dan ktidak bergantung pada rute pemberian. Availabilitas absolute setelah pemakaian oral dengan menggunakan data plasma dapat ditentukan sebagai berikut:

Availabilitas absolute = F

Availabilitas absolute, F, dapat dinyatakan sebagai fraksi atau persen dengan mengalikan F x 100. Availabilitas absolute yang menggunakan data ekskresi obat lewat urine dapat ditentukan sebagai berikut:

Availabilitas absolute =

Availabilitas absolutnya sama juga dengan F. Availabilitas absolut kadang-kadang dinyatakan sebagai persen, yakni F=I, atau 100%. Untuk obat-obatan yang diberikan secara vaskuker seperti injeksi i.v, bolus, F=I oleh karena seluruh obat terbsorpsi sempurna. Untuk semua rute pemakaian ekstravaskuler seperti rute oral, bioavailabilitas absolut F tidak melebihi 100% (F=I). F biasanya ditentukan dengan persamaan 15.4 atau 15.5 dimana PO adalah rute oral atau rute oemakaian obat ekstravaskuler lainnya.

Studi klinis berguna dalam menentukan keamanan dan kemajuan produk obat. Studi bioavailabilitas berguna dalam menetapkan pengaruh perubahan sifar fisikokimia bahan obat dan pengaruh produk obat pada farmakokinetik obat. Studi bioekuivalensi berguna dalam membandingkan bioavailabilitas obat yang sama dari berbagai produk obat. Bioavailabilitas dan bioekuivalensi juga dapat dipertimbangkan sebagai ukuran tampilan produk obat in vivo. apabila produk-produk obat dinyatakan bioekuivalen dan ekuivalen terapeutik maka profil kemanjuran klinis dan keamanan produk obat tersebut dianggap sama dan dapat digantikan satu dengan yang lain.

AVAILABILITAS RELATIF DAN ABSOLUT

AUC berguna sebagai ukuran dari jumlah obat total obat yang utuh tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC tergantung pada jumlah total obat yang tersedia,  dibagi tetapan laju eliminasi,k dan volume distribusi,  F adalah fraksi dosis terabsorpsi. Setelah pemberian i.v, F samadengan satu, karena seluruh dosis terdapat dalam sirkulasi sistemik dengan segera. Setelah pemberian obat secara oral, F dapat berbeda mulai dari harga F sama dengan nol sampai F sama dengan satu (absorpsi obat sempurna).

AVAILABILITAS RELATIF

Availabilitas relatif (apparent) adalah ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat dibandingkan terhadap suatu standar yang diketahui. Fraksi dosis yang tersedia secara sistemik dari suatu produk oral sukar dipastikan. Availabilitas obat dalam suatu formula dibandingkan terhadap availabilitas obat dalam formula standar, yang biasanya berupa suatu larutan dari obat murni, dievaluasi dalam studi “crossover”. Availabilitas relative dari dua produk obat yang diberikan pada dosis dan rute pemberian yang sama dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

 Availabilitas relatif

Dimana produk obat B sebagai standar perbandingan yang telah dikethui. Fraksi tersebut dapat dikalikan 100 untuk member persen availabilitas relative.

Jika dosis yang diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis dibuat, seperti dalam persamaan berikut:

Availabilitas relative=

Data eksresi obat lewat urine juga dapat digunakan untuk mengukur availabilitas relative apabila jumlah total obat utuh yang diekresi dalam urine dikumpulkan. Persen availabilitas relative dengan menggunakan data ekskresi urine dapat ditentukan sebagai berkut:

Persen availabilitas relative =

Di mana  adalah jumlah total obat yang diekskresi dalam urine.

  • T Max

Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Di samping Ka, Tmax ini juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan kecepatan absorpsi, dan parameter ini lebih mudah diamati/dikalkulasi dari pada Ka. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari mundurnya/memanjangnya T max. Satuan jam atau menit, dengan persamaan pada pemberian oral sebagai berikut:

  • Cp Max

Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma. Nilai ini merupakan resultante dari proses absorpsi, distribusi dan eliminasi, dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak, proses-proses absorpsi, distribusi dan eliminasi berada dalam keadaan seimbang. Selain menggambarkan derajad absorpsi, nilai Cp max ini umumnya juga digunakan sebagai tolak ukur, apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM). Satuan parameter ini adalah berat/volume (ug/ml atau ng/ml) dalam darah/serum/plasma, dengan persamaan sebagai berikut:

BAB II

METODELOGI

 

  • ALAT DAN BAHAN
    • Alat
  • Kalulator Scientific
  • Laptop
  • Kertas Semilogaritmik
  • Alat Tulis
  • Penggaris
    • Bahan
  • Text Book

 

  • PROSEDUR KERJA
    • Menentukan Model Kompartemen
      • Pemberian Intravena, Intramuskular, dan Oral
  1. Preparasi Data

Masukkan data pada Microsoft excel berupa tabel yang menyatakan waktu (t) dalam satuan jam dan konsentrasi plasma (Cp) dalam satuan µg/mL.

  1. Menentukan Model Kompartemen dengan Kurva

Data yang telah diinput kemudian ditentukan model kompartemennya dengan membuatnya menjadi suatu kurva logaritma, dengan cara data diblock seluruhnya t dan Cp lalu klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines.

Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma.

  1. Menampilkan Persamaan dan nilai R pada Kurva

Setelah mengetahui model kompartemen dari kurva yang ditampilkan, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

  • Menentukan Persamaan Farmakokinetika

Prosedur preparasi data, penentuan model kompartemen dengan kurva, sampai penampilan persamaan pada kurva dilakukan dengan prosedur yang sama untuk pemberian intravena, intramuskular, dan oral. Tahapan selanjutnya untuk menentukan parameter farmakokinetika pada kompartemen dua adalah sebagai berikut:

  1. Kurva eliminasi dapat ditampilkan dengan memblock 3 data terbawah t dan cp, kemudian langkah yang sama dilakukan untuk menampilkan kurva, dengan cara klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.
  2. Menentukan Cp Terminal dan Cp Residual

Cp terminal dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai A pada persamaan sumbu “y” kurva eliminasi dikalikan dengan eksponen nilai Ke yang didapat dari persamaan, dan dikalikan dengan waktu (t) teratas, begitu seterusnya sampai 4 waktu (t) teratas.Cp residual dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai Cp pada data teratas dikurangi dengan masing-masing Cp terminal.

  1. Menentukan Persamaan Fase Kedua pada Kompartemen Dua

Kurva distribusi merupakan perbandingan waktu (t) dengan Cp residual, dengan cara memblock data waktu (t) dan Cp residual, kemudian klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

BAB III

HASIL PRAKTIKUM

 

  • Pemberian Obat Melalui Intravena (IV)

Diketahui:

BB kelinci (hewan uji)            =  2,96 kg

Dosis sulfametokasol              = 20 mg/kg

Profil konsentrasi obat yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Waktu Pengambilan Darah

(Menit)

Konsentrasi Plasma (mcg/mL)

Intravena

0 56,12
5 53,73
10 50,51
20 45,81
30 37,86
60 35,71
120 31,35
180 29,61
210 28,18
240 15,32

            Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Kecepatan eliminasi obat
  4. Konsentrasi obat mula-mula
  5. Volume distribusi
  6. AUC pada pemberian obat melalui IV

Jawab:

  1. Model Kompartemen

Pemberian obat sulfametokasol secara intravena mengikuti model kompartemen 1 dapat dilihat dari kurva profil berikut:

  1. Persamaan Farmakokinetika:

Cp = 50,79e-0,004x

  1. Kecepatan eliminasi obat:

Ke = 0,004/menit

  1. Konsentrasi obat mula-mula:

Konsentrasi obat mula-mula pada saat t= 0 adalah 50,79 mcg/mL atau sama dengan 50,79 mg/mL.

  1. Volume distribusi

Dosis = 2,96 Kg x 20 mg/Kg = 59,2 mg

VD = = = 1,165 L.

  1. AUC pada pemberian obat melalui IV

AUC 0-5 = = = 274,625 mg.menit/L

t(menit) C (mcg/ml) AUC
0 56.12 274.625
5 53.73 260.6
10 50.51 481.6
20 45.81 418.35
30 37.86 1103.55
60 35.71 2011.8
120 31.35 1828.8
180 29.61 866.85
210 28.18 652.5
240 15.32

AUC 0-240     = 7898,675 mg.menit/L

CPn =  Kadar Obat pada data terakhir

AUC 0 – ~       =

       =

                        = 3830 mg.menit/L

AUC TOTAL = 11728.675 mg.menit/L

  • Pemberian Obat Melalui Intramuskular (IM)

Diketahui:

BB kelinci (hewan uji)            = 2,86 kg

Dosis sulfametokasol              = 50 mg/kg

Profil konsenttrasi obat yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Waktu Pengambilan Darah

(Menit)

Konsentrasi Plasma (mcg/mL)

Intramuskular

0 0
5 0,16
10 3,36
20 5,71
30 7,42
60 8,96
120 14,02
180 10,17
210 8,42
240 6,12

Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Kecepatan eliminasi obat
  4. Waktu maksimum (tmax)
  5. Konsentrasi obat maksimum (CMax)
  6. AUC

Jawab:

Model Kompartemen

Pemberian obat sulfametokasol secara intramuskular mengikuti model kompartemen 1, dengan persamaan: y = 2,513e-0,006x dapat dilihat dari kurva profil berikut:

Persamaan Farmakokinetika

Persamaan Fase Eliminasi = 47,69e-0,008x

 

t (menit) Cp (mcg/mL) Cp Terminal Cp Residual
5 0.16 45.8200484 45.660048
10 3.36 44.0234186 40.663419
20 5.71 40.6387373 34.928737
30 7.42 37.5142827 30.094283

Persamaan Absorpsi: y=48,71e-0,01x

 

Sehingga Persamaan ini adalah

Cp             = (e-Ke.t – e-Ka.t)

      =  (e-0,008t – e-0,01t)

      = (e-0,008t – e-0,01t)

      = 130,332 mg/L (e-0,008t – e-0,01t)

Tetapan Laju Absorpsi

Ka = 0,01/ menit

Kecepatan eliminasi obat

Ke = 0,008/menit

AUC

AUC 5-10 = = = 8,8 mg.menit/L

t(menit) C (mcg/ml) AUC
5 0.16 8.8
10 3.36 45.35
20 5.71 65.65
30 7.42 245.7
60 8.96 689.4
120 14.02 725.7
180 10.17 278.85
210 8.42 218.1
240 6.12

AUC (5-240)        = 2277,55 mg.menit/L

CPn =  Kadar Obat pada data terakhir

AUC (0 – ~)         =

                         =

                                    = 765 mg.menit/L

AUC TOTAL       = AUC (5-240) + AUC (0 – ~)

                              = 2277,55 mg.menit/L + 765 mg.menit/L

= 3042,55 mg.menit/

  1. Dosis Obat yang Diberikan

2,86 Kg x 50 mg/Kg = 143 mg

  1. Fraksi Obat Terabsorpsi (F)

Availabilitas Absolut (F)   =

                                          =

=

                                          = 0,107

  1. Volume Distribusi

VD =  =  =  = 0,587 L

  1. Waktu maksimum (tmax)

tmax          = log

                  = log

                  = log 1,25

                  = 1150 log 1,25

                  = 111,4 menit

     Konsentrasi obat maksimum (CMax)

Cp max      =  –

                  =  –

                  =  –

                                    = 130,332 mg/L  –

                                    = 130,332 mg/L (0,41 – 0,32)

                                    = 11,72 mg/L

  • Pemberian Obat Melalui Per Oral (PO)

Diketahui:

BB kelinci (hewan uji)            = 3,01 kg

Dosis sulfametokasol              = 50 mg/kg

Profil konsenttrasi obat yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Waktu Pengambilan Darah

(Menit)

Konsentrasi Plasma (mcg/mL)

Peroral

0 0
5 11,26
10 21,56
20 37,29
30 20,41
60 25,39
120 17,05
180 13,67
210 5,78
240 4,49

Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Kecepatan eliminasi obat
  4. Waktu maksimum (tmax)
  5. Konsentrasi obat maksimum (CMax)
  6. AUC

Jawab:

Model Kompartemen

Pemberian obat sulfametokasol secara peroral mengikuti model kompartemen 1, dengan persamaan: y = 25,60e-0,006x dapat dilihat dari kurva profil berikut:

Persamaan Farmakokinetika

Persamaan Fase Eliminasi = 348,5e-0,019x

 

t (menit) Cp (mcg/mL) Cp Terminal Cp Residual
5 11.26 316.9165 305.6565
10 21.56 288.1953 266.6353
20 37.29 238.3257 201.0357

Persamaan Absorpsi: y=352,09e-0,028x

 Sehingga Persamaan ini adalah

Cp             = (e-Ke.t – e-Ka.t)

      =  (e-0,019t – e-0,028t)

      =

      =  250,54 mg/L (e-0,019t – e-0,028t)

Tetapan Laju Absorpsi

Ka = 0,028/ menit

Kecepatan eliminasi obat

Ke = 0,019/menit

AUC

AUC (5-10) = = = 82,05 mg.menit/L

t(menit) C (mcg/ml) AUC
5 11.26 82.05
10 21.56 294.25
20 37.29 288.5
30 20.41 687
60 25.39 1273.2
120 17.05 921.6
180 13.67 291.75
210 5.78 154.05
240 4.49

AUC (5-240)        = 3992,4 mg.menit/L

CPn =  Kadar Obat pada data terakhir

AUC (0 – ~)         =

                         =

                                    = 236,3158 mg.menit/L

AUC TOTAL       = 4228,716 mg.menit/L

Dosis Obat yang Diberikan

3,01 Kg x 50 mg/Kg = 150,5 mg

Fraksi Obat Terabsorpsi (F)

Availabilitas Absolut (F)   = 0,1418

Volume Distribusi

VD =  =  =  = 0, 265 L

Waktu maksimum (tmax)

tmax          = log

                  = log

                  = log 1,474

                  = 255,56 log 1,474

                  = 43,06 menit

Konsentrasi obat maksimum (CMax)

Cp max      =  –

                  =  –

                  =  –

                                    = 250,543 mg/L

                                    = 35,32 mg/L

  • Bioavailabilitas Relatif dan Absolut
    • Bioavailabilitas Relatif:

Oral dengan Intramuskular

Availabilitas relatif     = 1,32 atau 132%

  • Bioavailabilitas Absolut

Intravena

Availabilitas Absolut (F) = 1

Intramuscular

Availabilitas Absolut (F)     = 0,107 atau 10,7%

Oral

Availabilitas Absolut (F)         = 0,141 atau 14,1%

BAB IV

PEMBAHASAN

 

  • Model Kompartemen

Pada rute pemberian intravena, rute ini mengikuti Model farmakokinetia kompartemen I. Kurva pada kompartemen I menggambarkan proses distribusi dan eliminasi obat dalam tubuh. Jika obat diasumsikan sebagai satu kompartemen, obat akan distribusikan secara serentak dan homogen ke dalam kompartemen dan eliminasi obat terjadi dari kompartemen segera setelah diinjeksikan. Pada rute Intravena ini tidak mengalami fase absorpsi, karena obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik.

Model rute pemberian intramuskular mengikuti model rute oral, karena intramuskular adalah tindakan menyuntikkan obat ke dalam otot dan pada penyuntikan ini mengalami proses absorpsi sebelum masuk ke sirkulasi sistemik. Pada rute intramuscular ini mengikuti model kompartemen 1 terbuka. Obat-obat yang mengikuti kompartemen 1 terbuka ini, memiliki 2 fase yaitu fase absorpsi dan eliminasi mengikuti orde kesatu setelah pemberian ekstravaskular.

  • Persamaan Farmakokinetika

Intravena  :y = 50,79e-0,004x.Persamaan farmakokinetika ini menjelaskan bahwa kadar obat dalam darah (plasma atau serum) adalah 50,79 segera setelah penyuntikan intravena pada waktu t = 0, dengan tetapan kecepatan eliminasi yaitu 0,004 dari tubuh. Dapat dilihat dari persamaan ini obat tidak mengalami proses absorpsi melainkab langsung didistribusikan ke sistemik dan langsung tereliminasi. Sedangkan pada rute pemberian intramuscular dengan persamaan: y = 130,332 mg/L (e-0,008t – e-0,01t)  dan  rute pemberian oral dengan persamaan: 250,54 mg/L (e-0,019t – e-0,028t) dimana ketika obat ini diberikan, obat harus melarut terlebih dahulu pada cairan tubuh. Pada IM atau intramuskuler konsentrasi obat dalam plasma naik dengan cepat tetapi lebih lambat dibandingkan dengan intravena. Pada daerah penyuntikan intramuskuler dilakukan di daerah otot, dimana obat yang masuk harus mengalami proses absorpsi dari jaringan otot ke sirkulasi sistemik sedangkan laju absorpsi oral lebih lambat dibandingkan dengan IV dan IM. Ini dikarenakan obat oral mengalami proses yang lebih panjang sebelum diabsorpsi meliputi liberasi dan disolusi dan adanya pass first effect dimana konsentrasi obat berkurang sebelum mencapai sirkulasi.

  • Tmaks dan Cmaks

Ketika obat baru saja diberikan kepada subjek (pada t=0) kadar obat di dalam darah C = 0 karena belum ada proses absorpsi. Kemudian karena jumlah obat yang diabsorpsi pada waktu-waktu awal lebih besar dari jumlah obat yang dieliminasi (rasio ka/ke dapat berkisar antara 5-10 kali) kadar obat di dalam darah terus meningkat sampai mencapai kadar puncak (Cmaks).

Pada rute pemberian IV, konsentrasi plasma maksimum telah tercapai pada saat awal penyuntikan sedangkan pada rute IM adalah 11,72 mg/L dengan  sedangkan pada PO adalah 37,11 mg/L sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai Cmaks disebut tmaks. tmaks pada rute pemberian IV telah tercapai pada saat penyuntikan sedangkan pada rute IM adalah 111,4 menit sedangkan PO adalah 43,06 menit. perhitungan Cmaks dan tmaks ini diperlukan, karena pengukuran langsung konsentrasi obat maksimum tidak memungkinkan sehubungan dengan waktu pengambian cuplikan serum yang tidak tepat. Setelah  mencapai Cmaks kadar obat di dalam darah terus menurun sebab jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi semakin berkurang, menyebabkan jumlah obat di tempat absorpsi menjadi sangat kecil atau boleh dianggap nol.

  • Availabilitas
    • Availabilitas Relatif

Availabilitas relatif adalah ketersedian hayati zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intravena. Dalam praktikum ini sediaan obat yang dibandingkan adalah sediaan obat pada rute PO terhadap IM sebesar 1,32 atau sama dengan 132 %. Availabilitas relatif ini membandingkan secara relatif availabilitas suatu bentuk sediaan obat per oral dengan bentuk sediaan obat sejenis lainnya. Jadi, dalam praktikum ini perbedaan availabilitas antara rute PO dengan IM secara statistik tidak bermakna. Adalah memungkinkan availabilitas relatif besar dari 100% (Shargel,2012).

  • Availabilitas Absolut

Availabilitas  absolute obat adalah availabilitas sistemik suatu obat  setelah pemakaian ekstravaskuler misalnya oral, rectal, transderma, subkutan. Dibandingkan terhadap dosis IV availabilitas absolute suatu obat biasanya diukur dengan membandingkan AUC produk yang bersangkutan setelah pemberian ekstravaskuler dan IV.

Pada rute pemberian IV, nilai F = 1, karena seluruh dosis terdapat dalam sirkulasi sistemik dengan segera. Sedangkan pada rute pemberian IM adalah 0,107 sedangkan pada pemberian oral adalah 0,1418.  Setelah pemberian obat secara oral, F dapat berbeda mulai dari harga F sama dengan nol sampai F sama dengan satu (absorpsi obat sempurna).

 BAB V

KESIMPULAN

 

Dari praktikum hubungan rute pemberian obat dengan bioavailabilitas obat dapat disimpulkan bahwa rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat. Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Ada 2 unsur penting dalam absorpsi obat yaitu kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat yang diabsorpsi.

Pada praktikum ini menunjukkan pemberian obat dengan cara intravena lebih cepat  daripada cara-cara lainnya dalam hal menimbulkan efek, tidak mengalami absorpsi dan tidak mengalami first pass metabolism, dalam arti biovailabilitas 100% sedangkan untuk rute pemberian secara IM dan PO, obat mengalami absorpsi dan memiliki bioavailabilitas kurang dari 100%, karena pada rute ini tidak semua obat dapat terabsorpsi sempurna.

Oleh karena itu hubungan rute pemberian obat dengan bioavailabilitas obat adalah untu mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi dan kecepatan obat berada dalam sirkulasi sistemik serta dapat diperkirakan tercapai tidaknya efek terapi yang dikehendaki menurut formulasinya. Selain itu  dapat juga digunakan memilih satu dari alternatif dua atau lebih bentuk sediaan yang sama dengan formulasi yang berbeda yang akan diproduksi oleh suatu pabrik, sehingga diketahui pengaruh komponen formulasi terhadap bioavailabilitas.

DAFTAR PUSTAKA

 Hakim, L. 2015. Farmakokinetik Klinis. Yogyakarta: Bursa Ilmu. Hal.305-313

Shargel, L.dkk. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 51-53, 73-75,161-163,453-457