FARMAKOKINETIKA OBAT PADA FENOMENA INHIBISI ENZIM

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

FARMAKOKINETIKA OBAT PADA FENOMENA INHIBISI ENZIM

Oleh:

 B 1 – KELOMPOK IV

NI PUTU DEWI WAHYUNI                                  162200019

NI PUTU ERNA WIDIASMINI                             162200020

NI PUTU OZZY CINTIA DEWI                           162200021

PUTU AYU WIDYA GALIH MEGA PUTRI     162200022

NI PUTU IRMA RIANA RAHMADEWI             162200023

SANG PUTU GEDE ADI PRATAMA                 162200024

  

JURUSAN FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA

2017


BAB I

PENDAHULUAN

  • TUJUAN PRAKTIKUM
  1. Mengetahui prinsip farmakokinetika obat pada fenomena inhibisi enzim.
  2. Mengetahui cara simulasi data klinis farmakokinetika obat pada fenomena inhibisi enzim.
  3. Mampu memberikan rekomendasi terapi terkait farmakokinetika obat pada fenomena inhibisi enzim.

  • DASAR TEORI
    • Biofarmasetika dan Farmakokinetika

Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang semua produk farmasetik, mulai dari tablet analgesik generik dalam farmasi komunitas sampai penggunaan imunoterapi dalam rumah sakit khusus, melalui penelitian dan pengembangan yang ektensif sebelum disetujui oleh U.S food and drug administrasiotratiom (FDA) (Shargel, 2012).

Farmakokinetika merupakan suatu rangkaian proses mulai dari absorpsi, distribusi dan eliminasi (metabolisme dan eksresi) obat. Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi sistemik (sirkulasi darah). Setelah obat diabsorpsi dan masuk di sistem sirkulasi darah, maka obat akan terdistribusi ke berbagai ruang tubuh. Faktor yang berpengaruh terhadap distribusi obat adalah ikatan dengan protein plasma, aliran darah, perpindahan lewat membran dan kelarutan di dalam jaringan. Apabila obat terikat kuat dengan protein plasma, obat bisa tetap berada dalam ruang vaskuler sampai di eksresi sehingga tidak menimbulkan efek farmakologi, sedangkan obat yang tidak berikatan dengan protein plasma atau dalam bentuk bebas maka obat akan dapat menembus membran biologis dan memberi efek farmakologis pada site effect. Metabolisme merupakan proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim yang bertujuan untuk mengakhiri efek farmakologik atau efek toksik suatu obat, dengan mengubah obat yang bersifat lipofilik menjadi hidrofilik, dari non-polar menjadi polar sehingga lebih mudah diekskresi. Proses metabolisme terjadi di hepar dan intestinal dengan bantuan enzim-enzim metabolisme (seperti sitokrom P450). Pengeluaran obat melalui organ ekskresi dapat dalam bentuk metabolit atau dalam bentuk asalnya. Obat yang larut dalam air (hidrofilik) lebih cepat diekskresi dibanding dengan obat yang larut dalam lemak (lipofilik).

Farmakokinetika mejelaskan tentang suatu obat yang dilepas dari bentuk sediaanya, obat di absorpsi ke dalam jaringan sekitarnya, tubuh, atau keduanya. Absorpsi obat sistemik dari saluran cerna atau dari berbagai site ekstravaskuler lain bergantung pada sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan yang digunakan dan anatimi fisiologi dari site absorpsi. Pendosisan oral faktor-faktor seperti luas area saluran cerna, laju pengosongan lambung, motilitas saluran cerna dan aliran darah ke site absorpsi mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi obat. Dalam farmakokitenika, keseluruhan laju absorpsi obat dapat digambarkan baik sebagai proses masuknya orde kesatu atau orde nol. Sebagian besar model farmakokinetika menganggap absorpsi mengikuti orde kesatu.

  • Inhibisi Enzim

Inhibisi enzim merupakan suatu proses penonaktifan enzim oleh suatu molekul yang disebut dengan inhibitor. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa enzim berperan dalam proses biokimia dalam tubuh sebagai katalisator. Pada ilmu farmakokinetika, enzim berfungsi memetabolisme obat untuk mengakhiri efek farmakologis atau efek toksik suatu obat, dengan mengubah obat yang bersifat lipofilik menjadi hidrofilik, dari non-polar menjadi polar sehingga lebih mudah diekskresi. Inhibitor merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja enzim dengan mencegah sisi aktif untuk tidak bekerja. Beberapa obat-obatan juga berfungsi sebagai inhibitor, seperti penisilin yang berguna menghambat kerjaenzim pada mikroorganisme. Penghambatan enzim metabolism kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek obat, memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek samping dan toksisitas. Apabila terdapat inhibitor yang berikatan pada enzim menyebabkan inhibisi enzim, maka enzim tidak dapat menjalankan fungsinya (inaktif) terutama terkait metabolisme obat, seperti diilustrasikan pada gambar berikut.

Berdasarkan  proses terjadinya, inhibisi dapat dibagi menjadi 4 proses utama, yaitu:

  1. Inhibisi Kompetitif

Pada inihibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli enzim.

  1. Inhibisi Tidak Kompetitif (Uncompetitive)

Pada inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.

  1. Inhibisi Non-Kompetitif

Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan dengan enzim.

  1. Inhibisi campuran

Inhibisis jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas enzimatik residual.

  • Induksi Enzim

Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan. (Mardjono, 2007). Induksi enzim metabolism pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat. Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan jumlah atau aktivitas enzim metabolisme dan bukan karena permeablelitas mikrosom atau adanya reaksi penghambatan. Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentuatau proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi lebih singkat. Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena dapat meningkatkan metabolisme dan metabolit reaktif.

  • Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat
  1. Faktor Genetik atau keturunan

Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang terjadi dalam system kehidupan.Hal ini menunjukkan bahwa factor genetic atau keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat.

  1. Perbedaan spesies dan galur

Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi kadang-kadang ada perbedan uang cukup besar pada reaksi metabolismenya.

  1. Perbedaan jenis kelamin

Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan metabolisme obat

  1. Perbedaan umur

Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka terhadap obat.

 

  • Farmakologi Clozapine

Dosis dewasa untuk Skizofrenia: Awal: 12,5 mg sekali atau dua kali sehari; meningkat, sebagai ditoleransi, penambahan sebesar 25-50 mg / hari dengan dosis target 300-450 mg / hari setelah 2-4 minggu; mungkin memerlukan dosis setinggi 600-900 mg / hari (Aberg et al., 2009).

Farmakokinetika dari clozapine (Medscape) antara lain:

  1. Absorpsi:
  1. Bioavailabilitas: 50-60%
  2. Onset : 15 menit
  3. Durasi : 4-12 jam
  4. Waktu plasma puncak: 1,5 – 2,5 jam
  5. Konsentrasi plasma puncak: 102-771 ng/mL
    1. Distribusi: ikatan protein 97% dengan volume distribusi 4,67 L/Kg
    2. Metabolisme: dimetabolisme oleh hati p450 enzim CYP1A2, N-demetilasi, n-oksidasi, oksidasi 3-karbon, epoksidasi cincin aromatik mengandung klorin, substitusi klorin oleh hidroksil atau kelompok thiomethyl, dan oksidasi belerang, juga CYP2D6 dan CYP3A4. Metabolit : Norclozapine
    3. Eliminasi:
  6. Waktu paruh eliminasi : 12 jam
  7. Clearance darah : 250 ml/menit
  8. Total clearance pada plasma: 217 ml/menit
  9. Ekskresi : urine 50%, feses (30%)
    • Interaksi Obat Penghambat Kerja Enzim

Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008).

Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi  Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat pada fase farmakokinetika, sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara klinis (Stockley, 2008).

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007).

Pada praktikum ini menggunakan kombinasi clozapine dan fluvoxamine, dimana kedua obat ini memiliki interaksi yaitu fluvoxamine oral akan meningkatkan efek clozapine oral dengan mengubah metabolisme obat (Rx list). Metabolism obat yang dimaksud dalam hal ini adalah administrasi fluvoxamine untuk pasien yang menerima terapi clozapine dapat meningkatkan konsentrasi serum steady-state dari clozapine. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Olesen dan Linnet, 2000), mereka melakukan penelitian in vitro untuk mengungkapkan mekanisme di balik interaksi ini secara klinis. Dalam persiapan mikrosom hati manusia, fluvoxamine menunjukkan penghambatan ini tergantung konsentrasi dari clozapine N-demetilasi. Fluvoxamine jauh kurang efektif sebagai inhibitor clozapine N-oksidasi. Fluvoxamine juga menghambat aktivitas sitokrom P450 (CYP) isoform sebelumnya fluvoxamine mampu mengkatalis demethylation dari clozapine. Fluvoxamine menghambat CYP1A2 dan 2C19 dengan afinitas tinggi. Dengan kata lain fluvoxamin menghambat aktivitas konsentrasi dari clozapine N-demetilasi, sehingga metabolisme dari clozapin ini menjadi lambat dan clozapine semakin lama berada di dalam tubuh. Fluvoxamine tidak terjadi penghambatan signifikan pada clozapine N-oksidasi ini karena variabilitas antar individu besar kuantitas berbagai isoform CYP di jaringan hati dan tidak mungkin untuk memprediksi peningkatan fluvoxamine-diinduksi dalam konsentrasi plasma dari clozapine dari seorang pasien.

  • Parameter Farmakokinetika

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari model yang berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah, urin atau cairan hayati lainya. Parameter farmakokinetik suatu obat ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran dan mempelajari suatu kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi didalam tubuh.

Parameter farmakokinetik yang digunakan pada praktikum kali ini diantaranya adalah AUC (area under curve), Vd (volume distribusi), F (fraksi obat terabsorbsi atau bioavailabilitas), t-max (waktu maksimal) dan Cp max (konsentrasi plasma maksimum).

  • AUC

AUC merupakan parameter yang penting sebagai ukuran yang menggambarkan jumlah obat di dalam tubuh, sehingga sering dikaitkan dengan efek farmakologi suatu obat. Karena obat di dalam darah ditentukan pula oleh proses disposisi obat (yaitu distribusi, metabolism dan ekskresi) sebagai fungsi waktu, maka semua proses farmakokinetik ini terwujud dalam luas area dibawah kurva kadar obat didalam darah terhadap waktu (AUC). Dengan kata lain, setiap perubahan AUC dapat mencerminkan perubahan efek obat. Berikut merupakan persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung nilai AUC.

  • Volume Distribusi

Volume distribusi merupakan suatu parameter yang berguna yangmengaitkan konsentrasi plasma dengan jumlah obat dalam tubuh. Dalamkinetika kompartemen ganda kita dapat menganggap secara matematik volume hipotesa, seperti dari kompartemen sentral dan volume perifer atauvolume kompartemen jaringan. Untuk suatu obat yang dianggap mengikutimodel kompartemen dua terbuka, ada beberapa volume distribusi yang dapatdiperhitungan. Persamaan Vd dapat dilihat sebagai berikut:

VD oral =

  • Clearance (Cl)

Klirens merupakan parameter eliminasi, diartikan sebagai pembersihan obat dari volume darah (plasma atau serum) persatuan waktu. Nilai VD dan Cl saling tidak bergantung, karena VD merupakan parameter distribusi obat, sedangkan Cl merupakan parameter eliminasi. Adakalanya Cl dan VD dapat berubah searah dan berlawanan dengan besaran yang tidak sama. Artinya benar-benar terjadi perubahan eliminasi obat. Laju pembersihan obat bergantung pada konsentrasi obat pada semua waktu. Pada hal ini waktu yang digunakan adalah waktu paruh eliminasi.

 Cl (Oral) =

 Waktu Paruh Eliminasi (T ½)

T ½  adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat di dalam darah berkurang menjadi setengahnya (50%) dari kadar semula, Nilai waktu paruh eliminasi dipengaruhi oleh perubahan volume distribusi dan klirens obat di dalam tubuh, sehingga parameter ini tidak menerangkan perubahan eliminasi yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh.

T ½ =

Ke : Konstanta Laju Eliminasi

  • T Max

Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Di samping Ka, Tmax ini juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan kecepatan absorpsi, dan parameter ini lebih mudah diamati/dikalkulasi dari pada Ka. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari mundurnya/memanjangnya T max. Satuan jam atau menit, dengan persamaan pada pemberian oral sebagai berikut:

  • Cp Max

Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma. Nilai ini merupakan resultante dari proses absorpsi, distribusi dan eliminasi, dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak, proses-proses absorpsi, distribusi dan eliminasi berada dalam keadaan seimbang. Selain menggambarkan derajad absorpsi, nilai Cp max ini umumnya juga digunakan sebagai tolak ukur, apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM). Satuan parameter ini adalah berat/volume (ug/ml atau ng/ml) dalam darah/serum/plasma, dengan persamaan kompartemen 1 sebagai berikut:

Sedangkan untuk persamaan kompartemen 2 Cmax dapat dicari dengan memasukkan nilai tmax ke persamaan berikut ini:

Keterangan: α (Kontanta laju distribusi), β (Konstanta laju eliminasi) dan Ka (Konstanta laju absorpsi)

BAB II

METODELOGI

 ALAT DAN BAHAN

    • Alat yang Digunakan
  1. Kalulator Scientific
  2. Laptop
  3. Kertas Semilogaritmik
  4. Alat Tulis
  5. Penggaris
    • Bahan yang Digunakan
  6. Text Book
  • KASUS

Dalam jurnal yang berjudul “The Differential Effects of Steady-State Fluvoxamine on the Pharmacokinetics of Olanzapine and Clozapine in Healthy Volunteers” dilakukan sebuah penelitian, dimana dilakukan uji farmakokinetika interaksi antara clozapine dan fluvoxamine secara in vivo. Penelitian ini dilakukan terhadap pasien yang sehat, laki-laki 26 tahun dengan berat badan 63,1kg. Dilakukannya monitoring dosis antara pemberian secara tunggal clozapine dengan dosis 10mg/hari. Dan monitoring konsentrasi juga dilakukan terhadap pasien sehat yang diberikan clozapine 10mg/hari dan 100mg/hari fluvoxamine secara oral. Dimana hasil profil konsentrasi clozapine diberikan secara tunggal dan ketika diberikan secara kombinasi dapat dilihat dalam kurva berikut : (Chuan-Yue Wang. Et al, 2004)

Berdasarkan data sekunder yaitu konsentrasi plasma dan waktu yang dapat diambil pada kurva tersebut, dapat dilakukan penentuan persamaan farmakokinetika dengan melakukan fitting dengan software scientis. Dilihat dari kurva profil konsentrasi, nilai Tmax clozapine tunggal dan Tmax clozapine kombinasi dengan fluvoxamine tidak memiliki perbedaan waktu yang signifikan sehingga dapat diasumsikan bahwa konstanta laju absorbsi (Ka) tidak memiliki perbedaan nilai yang signifikan, oleh karena itu pada saat Fitting Variabel Ka, dan Dosis di fix. Adapun hasil fitting yang diperoleh, adalah sebagai berikut:

Data Konsentrasi Plasma Clozapine

Waktu (Jam) Konsentrasi  Plasma (Cp) µg/ml
0.5 6.3
1 16.45
1.5 22.21
2 22.3
3 21.5
12 14.6
18 11.25
22 10.06
55 4.45
78 3.35

 Data  Konsentrasi Plasma Clozapine + Flufoxamine

Waktu (Jam) Konsentrasi (µg/ml)
0.5 13.48
1 22.001
2 28.888
5 29.766
6 23.14
12 18.24
24 16.12
48 12.77
72 10.56
120 6.9978

 

Tentukan :

  1. Persamaan farmakokinetik masing-masing data tersebut!
  2. Parameter farmakokinetika apa saja yang mengalami perubahan?
  3. Jelaskan makna perubahan masing-masing parameter tersebut!

  • PROSEDUR KERJA
    • Menentukan Model Kompartemen
  1. Preparasi Data

Masukkan data pada Microsoft excel berupa tabel yang menyatakan waktu (t) dalam satuan jam dan konsentrasi plasma (Cp) dalam satuan µg/mL.

  1. Menentukan Model Kompartemen dengan Kurva

Data yang telah diinput kemudian ditentukan model kompartemennya dengan membuatnya menjadi suatu kurva logaritma, dengan cara data diblock seluruhnya t dan Cp lalu klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines.

Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma.

  1. Menampilkan Persamaan dan nilai R pada Kurva

Setelah mengetahui model kompartemen dari kurva yang ditampilkan, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

  • Menentukan Persamaan Farmakokinetika

Tahapan selanjutnya untuk menentukan parameter farmakokinetika pada kompartemen dua adalah sebagai berikut:

  1. Kurva eliminasi dapat ditampilkan dengan memblock 3 data terbawah t dan cp, kemudian langkah yang sama dilakukan untuk menampilkan kurva, dengan cara klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.
  2. Menentukan Cp Terminal dan Cp Residual

Cp terminal dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai A pada persamaan sumbu “y” kurva eliminasi dikalikan dengan eksponen nilai Ke yang didapat dari persamaan, dan dikalikan dengan waktu (t) teratas, begitu seterusnya sampai 4 waktu (t) teratas.Cp residual dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai Cp pada data teratas dikurangi dengan masing-masing Cp terminal.

  1. Menentukan Persamaan Fase Kedua pada Kompartemen Dua

Persamaan fase kedua pada model kompartemen dua dapat ditentukan dengan kurva dan persamaan distribusi Kurva fase distribusi merupakan perbandingan waktu (t) dengan Cp residual pada data yang menunjukkan fase distribusi, dengan cara memblock data waktu (t) dan Cp residual, kemudian klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

  1. Menentukan Cp Distribusi dan Cp 2 Residual

Cp distribusi dan Cp 2 residual digunakan untuk menentukan kurva dan persamaan fase absorpsi pada model kompartemen dua. Cp distribusi dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai A pada persamaan sumbu “y” kurva distribusi dikalikan dengan eksponen nilai Ke yang didapat dari persamaan distribusi, dan dikalikan dengan waktu (t) teratas yang menunjukkan fase absorpsi. Cp 2 residual dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai Cp residual dikurangi dengan masing-masing Cp distribusi.

  1. Menentukan Persamaan Fase Ketiga pada Kompartemen Dua

Persamaan fase ketiga pada model kompartemen dua dapat ditentukan dengan kurva dan persamaan absorpsi. Kurva fase absorpsi merupakan perbandingan waktu (t) dengan Cp 2 residual pada data yang menunjukkan fase absorpsi, dengan cara memblock data waktu (t) dan Cp 2 residual yang menunjukkan fase absorpsi, kemudian klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

BAB III

HASIL PRAKTIKUM

 

  • Clozapine

Diketahui: dosis 10mg/hari

Profil Konsentrasi Kadar plasma pasien antara lain:

Waktu (Jam) Konsentrasi  Plasma (Cp) µg/ml
0.5 6.3
1 16.45
1.5 22.21
2 22.3
3 21.5
12 14.6
18 11.25
22 10.06
55 4.45
78 3.35

 

 Tentukan :

  1. Persamaan farmakokinetik masing-masing data tersebut!
  2. Parameter farmakokinetika apa saja yang mengalami perubahan?
  3. Jelaskan makna perubahan masing-masing parameter tersebut!

Jawab:

  1. Persamaan farmakokinetik

Persamaan      = Eliminasi – Absorpsi

Cp                         = (e-Ke.t – e-Ka.t)

  1. Fase Eliminasi
t Cp
22 10.06
55 4.45
78 3.35

                        Sehingga didapatkan persamaan : 14923e-0,020.x

  1. Fase Absorpsi

Data yang digunakan:

t Cp Cp Terminal Cp Residual
0 0 14.923 14.923
0.5 6.3 14.77451 8.474514
1 16.45 14.6275 1.822495

Sehingga didapatkan persamaan : 17,544e-2,103x

Sehingga Persamaan Kompartemen 1 =

= (e-Ke.t – e-Ka.t)

                                   =  (e-0,020.t – e-2,103.t)

                                   =  (e-0,020.t – e-2,103.t)

                                   = 16,82 mg/L (e-0,020.t – e-2,103.t)

3.Parameter Farmakokinetika

  1. D0 = 10 mg
  2. Tetapan Laju Absorbsi (Ka) = 2,103 /jam
  3. Tetapan Laju Eliminasi (Ke) = 0,020/ jam
  4. AUC 0 – ∞

Waktu (t) Konsentrasi  Plasma (Cp) µg/ml AUC
0 0 1.575
0.5 6.3 5.6875
1 16.45 9.665
1.5 22.21 11.1275
2 22.3 21.9
3 21.5 162.45
12 14.6 77.55
18 11.25 42.62
22 10.06 239.415
55 4.45 89.7
78 3.35 167.5

AUC 0 – ∞    =  + AUC 0-78

=  + 661,69 mg/L.jam

                      = 829,19 mg/L.jam

  1. Waktu Paruh Eliminasi(T ½ ) =  34,65 jam
  2. Fraksi Obat Terabsorpsi (Absolute)

F Produk standar  = 0,50

  1. Volume Distribusi (VD) =0,30 L
  1. T Maks = log

= log

=log 105,15/jam

= 1,104 x 2,021

= 2,23 jam

  1. C Maks =  16,82 mg/L (e-0,020.t – e-2,103.t)

= 16,82 mg/L (e-0,020/jam.2,23 jam – e-2,103/jam.2.23 jam)

= 16,82 mg/L x (0,956 – 0,00918)

= 15,92 mg/L

  1. Clearance (Cl) = 0,00602 L/jam
  • Clozapine + Flufoxamine

Diketahui: dosis 10mg/hari

Profil Konsentrasi Kadar plasma pasien antara lain:

Waktu (Jam) Konsentrasi (µg/ml)
0.5 13.48
1 22.001
2 28.888
5 29.766
6 23.14
12 18.24
24 16.12
48 12.77
72 10.56
120 6.9978

 

Tentukan :

  1. Persamaan farmakokinetik masing-masing data tersebut!
  2. Parameter farmakokinetika apa saja yang mengalami perubahan?
  3. Jelaskan makna perubahan masing-masing parameter tersebut!

 

Jawab:

  1. Model Kompartemen

Gambar 3.2 Kurva Profil Clozapine + Flufoxamine menggambarkan Kompartemen 2

  1. Persamaan farmakokinetik

Persamaan      = Distribusi + Eliminasi – Absorpsi

Cp       = A.e(-α.t) + B.e(-β.t) – C.e(-Ka.t)

  1. Fase Eliminasi
t Cp
48 12.77
72 10.56
120 6.9978

                        Sehingga didapatkan persamaan : 19,184e-0,008.x

  1. Fase Distribusi

Data yang digunakan:

t Cp Cp Terminal Cp Residual
5 29.766 18.43178 11.33422
6 23.14 18.28492 4.855081
12 18.24 17.42797 0.812026
5 29.766 18.43178 11.33422

Sehingga didapatkan persamaan : 51,604e-0,349x

  1. Fase Absorpsi

Data yang digunakan:

t Cp Cp Terminal Cp Residual Cp Distribusi Cp 2 Residual

(Diabsolutkan)

0 0 19.184 -19.184 51.604 70.788
0.5 13.48 19.10742 -5.62742 43.34101 48.96842
1 22.001 19.03114 2.96986 36.40111 33.43125

Sehingga didapatkan persamaan : 70,944e-0,750x

Sehingga Persamaan Kompartemen 2 :

Cp = 51,604e-0,349x + 9,184e-0,008.x – 70,944e-0,750x

  1. Parameter farmakokinetik
  2. D0 = 10 mg
  3. Tetapan Laju Absorbsi (Ka) = 0,750 /jam
  4. Tetapan Laju Distribusi (α) = 0,349/ jam
  5. Tetapan Laju Eliminasi (β) = 0,008/ jam
  6. AUC 0 – ∞
t Cp AUC
0 0 3.37
0.5 13.48 8.87025
1 22.001 25.4445
2 28.888 87.981
5 29.766 26.453
6 23.14 124.14
12 18.24 206.16
24 16.12 346.68
48 12.77 279.96
72 10.56 421.3872
120 6.9978

AUC 0 – ∞       =  + AUC 0-120

=  + 1530,445 mg/L.jam

                         = 2405,170 mg/L.jam

  1. Waktu Paruh Distribusi (T ½ α) =  = = = 1,98 jam
  2. Waktu Paruh Eliminasi(T ½ β) = =  = 86,625 jam
  3. Fraksi Obat Terabsorpsi (Absolute)

F Clozapine =

AUC IV   =1658,38 mg /L.jam

F Kombinasi           = 1,45

F yang paling besar adalah F =1, meskipun dalam F kombinasi adalah 1,45. Namun F yang digunakan dalam perhitungan ini adalah F = 1

  1. Volume Distribusi (VD) =0,75 L
  1. T Maks =log 2,148/jam

= 5,735 x 0,33

= 1,89 jam

  1. C Maks = A.e(-α.tmaks) + B.e(-β.tmaks) – C.e(-Ka.tmaks)

= 51,604e-0,349t + 9,184e-0,008t – 70,944e-0,750t

= 51,604e-0,349/jam. 1,89 jam + 9,184e-0,008/jam. 1,89 jam – 70,944e-0,750/jam. 1,89 jam

=51,604e-0,659 + 9,184e-0,015 – 70,944e-1,417

= 26,698 + 9,047 – 17,199

= 18,546 mg/L

  1. Clearance (Cl) = 0,00602 L/jam

BAB IV

PEMBAHASAN

 

Praktikum kali ini dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa mengetahui prinsip dan cara simulasi data klinis, serta memberikan suatu rekomendasi terapi terkait farmakokinetika obat pada fenomena inhibisi enzim. Praktikum ini dilakukan dengan membandingkan antara pemberian obat Clozapine tunggal dengan pemberian obat Clozapine dikombinasi dengan Fluvoxamine berdasarkan kurva dan analisa terhadap parameter farmakokinetika, yang diketahui dimana pemberian kedua obat ini bila dikombinasi dapat berinteraksi satu sama lain yang melibatkan enzim.

Secara umum bila dirangkum dalam suatu kurva, maka dapat dilihat pengaruh inhibisi enzim pada interaksi obat clozapine dengan fluvoxamine yaitu sebagai berikut.

Berdasarkan kurva pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2 dapat dilihat perbedaan antara pemberian clozapine tunggal dengan kombinasi. Konsentrasi plasma pada fase absorpsi di penggunaan clozapine kombinasi lebih tinggi dibanding pada pemberian tunggal, juga terlihat perbedaan pada fase distribusi yang lebih lama pada pemberian clozapine kombinasi dari pada tunggal, serta pada fase eliminasi terlihat pada pemberian clozapine kombinasi memiliki waktu eliminasi lebih panjang.

Pengaruh kerja enzim (induksi dan inhibisi) pada pemberian kombinasi obat clozapine dengan fluvoxamine lebih jelas dapat diketahui dengan menganalisa parameter farmakokinetika, yaitu membandingkan parameter farmakokinetika pada penggunaan clozapine tunggal dengan pemberian kombinasi clozapine dan fluvoxamine. Berikut merupakan tabel rangkuman parameter farmakokinetika pemberian clozapine tunggal dan kombinasi.

Tabel 5.1 Parameter Farmakokinetika Pemberian Clozapine Tunggal-Kombinasi

Parameter Tunggal Kombinasi
Do 10 mg 10 mg
Ka 2.103/jam 0.750/jam
α 0.349/jam
β 0.020/jam 0.008/jam
AUC 0 – ∞ 829.19 mg/L.jam 2405.170 mg/L.jam
T ½ α 1.98 jam
T ½ β 34.65 jam 86.625 jam
F 0.5 1.45
Vd 0.3 L 0.75 L
T max 2.23 jam 1.89 jam
C max 15.92 mg/L 18.546 mg/L
Cl 0.00602 L/jam 0.00602 L/jam

 

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa enzim berperan dalam proses biokimia dalam tubuh sebagai katalisator. Kerja enzim dapat dipengaruhi oleh proses induksi dan inhibisi. Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan. Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentuatau proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi lebih singkat. Inhibisi enzim merupakan suatu proses penonaktifan enzim oleh suatu molekul yang disebut dengan inhibitor. Inhibitor merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja enzim dengan mencegah sisi aktif untuk tidak bekerja. Penghambatan enzim metabolism kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek obat memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek samping dan toksisitas. Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat pada fase farmakokinetika, sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450.

Pada praktikum ini menggunakan kombinasi clozapine dan fluvoxamine, dimana kedua obat ini memiliki interaksi yaitu fluvoxamine oral akan meningkatkan efek clozapine oral dengan mengubah metabolisme obat (Rx list). Metabolisme obat yang dimaksud dalam hal ini adalah administrasi fluvoxamine untuk pasien yang menerima terapi clozapine dapat meningkatkan konsentrasi serum steady-state dari clozapine. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Olesen dan Linnet, 2000), mereka melakukan penelitian in vitro untuk mengungkapkan mekanisme dibalik interaksi ini secara klinis. Dalam persiapan mikrosom hati manusia, fluvoxamine menunjukkan penghambatan ini tergantung konsentrasi dari clozapine N-demetilasi. Fluvoxamine jauh kurang efektif sebagai inhibitor clozapine N-oksidasi. Fluvoxamine juga menghambat aktivitas sitokrom P450 (CYP) isoform sebelumnya fluvoxamine mampu mengkatalis demethylation dari clozapine. Fluvoxamine menghambat CYP1A2 dan 2C19 dengan afinitas tinggi. Dengan kata lain fluvoxamin menghambat aktivitas konsentrasi dari clozapine N-demetilasi, sehingga metabolisme dari clozapin ini menjadi lambat dan clozapine semakin lama berada di dalam tubuh. Fluvoxamine tidak terjadi penghambatan signifikan pada clozapine N-oksidasi ini karena variabilitas antar individu besar kuantitas berbagai isoform CYP di jaringan hati dan tidak mungkin untuk memprediksi peningkatan fluvoxamine-diinduksi dalam konsentrasi plasma dari clozapine dari seorang pasien.

AUC merupakan parameter yang penting sebagai ukuran yang menggambarkan jumlah obat di dalam tubuh, sehingga sering dikaitkan  dengan efek farmakologi suatu obat, sedangkan F menyatakan fraksi terabsorpsi atau bioavailabilitas (ketersediaan hayati), yaitu sejumlah bahan aktif obat yang mampu masuk ke sirkulasi darah atau site effect, dimana pada pemberian obat oral juga diperhitungkan konstanta absorpsi, konstanta distribusi, konstanta eliminasi, volume distribusi, konsentrasi plasma sampai mencapai kadarnya yang maksimal dalam hitungan waktu tertentu, serta nilai clearance (diartikan sebagai pembersihan obat dari volume darah pada pplasma atau serum per satuan waktu).

Bila dikaitkan dengan inhibisi enzim, maka berdasarkan parameter farmakokinetika tersebut dapat dianalisa bahwa inhibisi enzim terjadi pada fase distribusi dan eliminasi dimana terjadi perubahan kerja enzim yang diganggu oleh fluvoxamine sebagai inhibitor pada reseptor enzim yang memetabolisme clozapine terkait kedua fase tersebut, sehingga terjadi peningkatan kadar clozapine dalam darah serta waktu yang dibutuhkan untuk clozapine didistribusikan serta dieliminasi mengalami perpanjangan.

 

BAB V

SIMPULAN

 

Pelaksanaan praktikum farmakokinetika terkait studi pengaruh inhibisi enzim yang kali ini disebabkan akibat interaksi obat, yaitu kombinasi clozapine dengan fluvoxamine, yang pada dasarnya bertujuan agar dapat membandingkan pengaruh inhibisi enzim pada pemberian kombinasi clozapine dan fluvoxamine dengan pemberian clozapine tunggal, serta agar mahasiswa dapat mempertimbangkan rekomendasi terapi pengobatan pada pasien dengan kasus interaksi obat yang menyebabkan inhibisi enzim. Berdasarkan hal-hal terkait inhibisi enzim yang telah diuraikan pada bab pembahasan maka penggunaan kombinasi clozapine dan fluvoxamine bila dibandingkan dengan penggunaan clozapine tunggal ternyata menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kadar clozapine dalam plasma karena pengaruh inhibisi enzim CYP450 oleh fluvoxamine, terutama pada fase distribusi dan eliminasi obat clozapine. Peningkatan konsentrasi clozapine pada darah atau plasma sangat berpengaruh terhadap batas minimum efek toksik clozapine, sehingga interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit.

DAFTAR PUSTAKA

 Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American Pharmacists Association

Mardjono, Mahar, 2007, Farmakologi dan Terapi, Jakarta: Universitas Indonesia Press

Olesen,O.V and Linnet, K., 2000. Fluvoxamine-Clozapine Drug Interaction: Inhibition In Vitro Of Five Cytochrome P450 Isoforms Involved In Clozapine Metabolism. Available From: Https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/. Diakses Pada Tanggal 26 Maret 2017

Setiawati, A., 2007, Interaksi Obat dalam Gunawan, S.G, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, hal 862-873, Jakarta: Bagian Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI

Shargel, L.dkk. (2012). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga University Press

Stockley, I.H., 2008, Stockley’s Drug Interaction, Eighth Edition, London: Pharmaceutical Press

http://www.rxlist.com/drug-interaction-checker . Diakses Pada Tanggal 26 Maret 2017

http://www.medscape.com/ . Diakses Pada Tanggal 26 Maret 2017

 

STUDI BIOEKUIVALEN PRODUK OBATPROFIL FARMAKOKINETIK DAN KETERSEDIAAN HAYATI TIGA SEDIAAN TABLET NATRIUM DIKLOFENAK SALUT ENTERIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

STUDI BIOEKUIVALEN PRODUK OBATPROFIL FARMAKOKINETIK DAN KETERSEDIAAN HAYATI TIGA SEDIAAN TABLET NATRIUM DIKLOFENAK SALUT ENTERIK

Oleh :

 KELOMPOK IV

B1

 

NI PUTU DEWI WAHYUNI                                  162200019

NI PUTU ERNA WIDIASMINI                             162200020

NI PUTU OZZY CINTIA DEWI                           162200021

PUTU AYU WIDYA GALIH MEGA PUTRI     162200022

NI PUTU IRMA RIANA RAHMADEWI             162200023

SANG PUTU GEDE ADI PRATAMA                 162200024

 

JURUSAN FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA

2017

  1. TUJUAN PRAKTIKUM
    1. Mengetahui prinsip farmakokinetika dan ketersediaan hayati produk obat yang berbeda.
    2. Mengetahui cara simulasi data klinis farmakokinetika dan ketersediaan hayati produk obat yang berbeda.
    3. Mampu memberikan rekomendasi terapi terkait farmakokinetika dan ketersediaan hayati produk obat yang berbeda.

Continue reading STUDI BIOEKUIVALEN PRODUK OBATPROFIL FARMAKOKINETIK DAN KETERSEDIAAN HAYATI TIGA SEDIAAN TABLET NATRIUM DIKLOFENAK SALUT ENTERIK

FARMAKOKINETIKA ORAL KOMPARTEMEN TERBUKA (PEMBERIAN PARASETAMOL TUNGGAL DAN KOMBINASI DENGAN FENILPROPANOLAMIN)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

FARMAKOKINETIKA ORAL KOMPARTEMEN TERBUKA

(PEMBERIAN PARASETAMOL TUNGGAL DAN KOMBINASI DENGAN FENILPROPANOLAMIN)

 

  

Oleh :

NI PUTU DEWI WAHYUNI                                  162200019

NI PUTU ERNA WIDIASMINI                             162200020

NI PUTU OZZY CINTIA DEWI                           162200021

PUTU AYU WIDYA GALIH MEGA PUTRI     162200022

NI PUTU IRMA RIANA RAHMADEWI             162200023

SANG PUTU GEDE ADI PRATAMA                 162200024

JURUSAN FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA

2017


BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Tujuan Praktikum

Praktikum biofarmasetika dan farmakokinetika kali ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

  1. Mengetahui prinsip farmakokinetika oral kompartemen terbuka.
  2. Mengetahui cara simulasi data klinis farmakokinetika oral kompartemen terbuka.
  3. Mampu memberikan rekomendasi terapi terkait farmakokinetika obat yang diberikan melalui rute oral kompartemen terbuka.

 

  • DASAR TEORI
    • Biofarmasetika dan Farmakokinetika

Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang semua produk farmasetik, mulai dari tablet analgesik generik dalam farmasi komunitas sampai penggunaan imunoterapi dalam rumah sakit khusus, melalui penelitian dan pengembangan yang ektensif sebelum disetujui olehU.S food and drug administrasiotratiom (FDA) (Shargel, 2012).

Farmakokinetika mejelaskan tentang suatu obat yang dilepas dari bentuk sediaanya, obat di absorpsi ke dalam jaringan sekitarnya, tubuh, atau keduanya. Absorpsi obat sistemik dari saluran cerna atau dari berbagai site ekstravaskuler lain bergantung pada sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan yang digunakan dan anatimi fisiologi dari site absorpsi. Pendosisan oral factor-faktor seperti luas area saluran cerna, laju pengosongan lambung, motilitas saluran cerna dan aliran darah ke site absorpsi mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi obat. Dalam farmakokitenika, keseluruhan laju absorpsi obat dapat digambarkan baik sebagai proses masuknya orde kesatu atau orde nol. Sebagian besar model farmakokinetika menganggap absorpsi mengikuti orde kesatu.

 

  • Parasetamol

Parasetamol merupakan salah satu obat NSAID yang lebih sering digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Obat ini adalah menghambat sintesis prostaglandi di otak sehingga efek analgesi dan antipiretik yang lebih baik (Renner, 2007). Berikut merupakan sifat fisika kimia dari parasetamol.

Rumus molekul        : C8H9NO2

Berat Molekul          : 151,16

Nama IUPAC          : N-(4-Hydroxyphenyl)acetamide

Sinonim                    : Acetaminophen dan N-acetyl-p-aminophenol

Pemerian                  : Serbuk hablur, kristal putih, tidak berbau, sedikit pahit.

Kelarutan                 : Larut dalam air mendidih; natrium hidroksida, etanol, methanol, dimetilformamida, etilene diklorida, aseton dan etil asetat; kloroform; kurang larut dalam eter; air dingin.

Titik lebur                 : 169 – 172 oC

pKa                          : 9,5

Rumus struktur        :

Penghambatan sintesis prostaglandin oleh parasetamol terjadi karena penghambatan proses perubahan asam arakidonat (AA) oleh enzim siklooksigenasi (Marta & Jerzy, 2014). Semua obat golongan NSAID termasuk parasetamol bekerja menghambat perubahan asam arakidonat dengan cara menghambat enzim siklooksigenase (COX). Penghambatan kerja enzim siklooksigenase menyebabkan prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin tidak terbentuk (Marta & Jerzy, 2014). Namun, parasetamol hanya dapat bekerja baik dalam menghambat enzim siklooksigenase pada kadar peroksidase yang rendah sehingga mekanisme kerja analgesik parasetamol masih sulit untuk dijelaskan (Regina, 2000).

Kadar tertinggi parasetamol di sirkulasi darah ditemukan kira-kira 2 jam setelah pemberian peroral (Syarif et al., 2007). Waktu paruh dari obat ini dalam plasma adalah 1-3 jam setelah pemberian peroral (Tan dan Kirana, 2007). Setelah dikonsumsi, 90% parasetamol di metabolisme menjadi inaktif secara farmakologi seperti asam glucoronik dan cystein. Namun, 5% dari metabolisme parasetamol menjadi sebuah senyawa toxic berupa N-acetyl-p-benzpquinone. Toxin ini dapat menyebabkan disfungsi renal dan kegagalan sistim hepatik (Marta & Jerzy, 2014).

  • Fenilpropanolamin HCl

Fenilpropanolamin adalah simpatomimetik terutama tidak langsung bertindak dengan tindakan yang sama dengan efedrin tapi kurang aktif sebagai stimulan SSP. Berikut merupakan sifat fisiko kimia dari fenilpropanolamin.

Sifat Fisika Kimia Fenilpropanolamin HCl

Rumus Molekul        : C9H13NO. HCl

Berat Molekul          : 187.7

Titik lebur                 : 191 – 196 oC

Pemerian                  : Serbuk hablur; putih; kristal putih higga putih kuning gading; tidak berbau; rasa sedikit pahit. Kelarutan : larut dalam air ; etanol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.

pH dan pKa             : 4.5 – 6 dan 9.4

Rumus Struktur        :

Fenilpropanolamin telah diberikan secara oral sebagai hidroklorida untuk pengobatan hidung tersumbat (dekongestan). Sering digunakan dalam sediaan kombinasi untuk mengobati batuk dan demam. Puncak konsentrasi rata-rata dalam plasma sekitar 0,08 mg / L tercapai sekitar 2 jam dan waktu paruh eliminasinya antara 3-6 jam.

  • Kombinasi Paracetamol dan Fenilpropanolamin terkait Proses Biotransformasi dan Induksi Enzim

Biotransformasi atau metabolisme adalah aspek farmakokinetik dimana terjadi proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Biotransformasi sebagian besar obat terjadi di dalam hati karena hati bertindak sebagai organ utama yang bertanggung jawab terhadap biotransformasi obat. Kebanyakan obat-obatan melalui proses biotransformasi atau dimetabolisme dahulu sebelum dapat diekskresikan (Olson, 2003). Pada proses ini molekul obat diubah menjadi tidak aktif dan bersifat lebih polar sehingga lebih mudah diekskresikan. Biotransformasi suatu obat dapat dipercepat atau diperlambat berdasarkan induksi atau inhibisi enzim yang ditimbulkan oleh komponen makanan. Akibat adanya induksi enzim maka laju biotransformasi akan meningkat.

Peningkatan laju biotransformasi ini mengakibatkan jumlah metabolit inaktif yang dihasilkan meningkat sehingga terjadi penurunan dalam kerja farmakologinya. Obat-obat yang mengalami biotransformasi menjadi metabolitmetabolit reaktif, induksi enzim kemungkinan akan memperbesar aktivitas dan toksisitas obat tersebut (Katzung, 2001).

Paracetamol siap diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dengan konsentrasi puncak plasma mencapai sekitar 10-60 menit dengan dosis per oral. Paracetamol didistribusikan ke hampir semua jaringan tubuh. Melewati plasenta dan mengalir melalui air susu. Ikatan protein plasma dapat diabaikan pada konsentrasi terapeutik normal, namun dapat meningkat dengan peningkatan konsentrasi. Waktu paruh eliminasi dari paracetamol bervariasi antara 1 hingga 3 jam (Sweetman, 2009). Paracetamol dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urin sebagai glukoronide dan sulfat konjugasi. Kurang dari 5% diekskresi sebagai paracetamol. Eliminasi terjadi kira-kira 1-4 jam (Reynolds, 1989).

Fenilpropanolamin hidroklorida adalah  senyawa yang termasuk dalam obat simpatomimetis yang secara struktur berkaitan dengan efedrin hidroklorida. Nama kimia dari Fenilpropanolamin hidroklorida (dl- norefedrin) adalah α-(1-aminoetil) benzyl alkohol hidroklorida atau 1-fenil-1-amino-1-propanol  hidroklorida. Senyawa ini mempunyai berat molekul 187,67 g/mol. fenilpropanolamin hidroklorida memiliki waktu paruh eliminasi antara 3–6 jam (Rusdiana dkk).

Penelitian pengaruh pemberian kombinasi obat parasetamol 500mg dan fenilpropanolamin HCl 50 mg secara oral terhadap profil farmakokinetik masing-masing obat tersebut dalam plasma menunjukkan hasil bahwa nilai tetapan absorbsi (Ka), laju eliminasi dari kompartemen sentral (Ke), dan waktu tercapainya konsentrasi puncak (tmaks) masing-masing obat tidak berbeda secara bermakna baik pemberian tunggal maupun kombinasi. Perbedaan waktu paruh eliminasi  dari seluruh tubuh (t½β) untuk  parasetamol antara pemberian tunggal dan kombinasi, tidak bermakna secara statistik. Akan tetapi  untuk nilai t½β dari fenilpropanolamin hidroklorida berbeda secara bermakna antara nilai t½β fenilpropanolamin hidroklorida yang diberikan secara tunggal (rata-rata 6,99 jam) dan yang diberikan secara kombinasi dengan pemberian parasetamol (rata-rata 10,60 jam). Nilai AUC0-∞ (luas daerah di bawah kurva) dan Cmaks (konsentrasi puncak) dari kedua obat memiliki perbedaan bermakna baik nilai AUC0-∞dan Cmaks untuk parasetamol maupun fenilpropanolamin hidroklorida antara obat yang diberikan secara tunggal dan kombinasi (Rusdiana dkk).Apabila kombinasi obat parasetamol dan fenilpropanolamin HCl diberikan secara berulang (misalnya tiga kali dalam sehari) maka parasetamol dengan waktu paruh elimasi 1 jam tidak akan menimbulkan akumulasi tetapi fenilpropanolamin HCl dengan waktu paruh eliminasi 6 jam akan memiliki indeks akumulasi (R) diatas satu. Dengan demikian kombinasi obat ini dapat menimbulkan akumulasi fenilpropanolamin dalam tubuh apabila diberikan sehari tiga kali.

  • Model Farmakokinetik Absorpsi Obat
    • Model absorpsi orde kenol

Pada model ini  menerapkan absorpsi oral obat dalam larutan atau bentuk sediaan melarut dengan cepat obat dalam saluran cerna DGI diabsorpsi secara sistemik pada suatu tetapan laju reaksi, K0. Obat dieliminasi dari tubuh oleh suatu proses orde kesatu dengan suatu tetapan laju orde kesatu, K. model ini analog dengan pemberian obat secara infuse intravena. Model farmakokinetik yang mengangga absorpsi orde nol digambarkan dalam Gambar 1 (Shargel and Yu, 2005).

Laju eliminasi pada setiap waktu, dengan proses orde kesatu adalah sama dengan DBK. laju masukan adalah K0. Oleh karena itu, perubahan per satuan waktu dalam tubuh dapat dinyatakan sebagai berikut:

Integrasi dari persamaan ini dengan substitusi VdCp untuk DB:

Laju absorpsi obat adalah konstan dan berlanjut sampai jumlah obat dalam dinding usus, DGI habis. Waktu dimana absorpsi obat berlangsung sama dengan DGI/K0. Setelah waktu ini obat tidak, tersedia lagi untuk absorpsi dari dinding usus dan persamaan 7.7 tidak, lagi berlaku.Konsentrasi obat dalam plasma akan menurun menurut suatu proses laju eliminasi orde kesatu (Gambar 2) (Shargel and Yu, 2005).

  • Model Absorpsi Orde Kesatu.

Model ini menganggap bahwa masukan adalah orde kesatu dan suatu eliminasi juga orde kesatu (Gambar 3). Persamaan diferensial yang menggambarkan laju perubahan obat dalam tubuh:

F adalah fraksi obat terabsopsi secara sistemik. Oleh karena obat dalam saluran cerna juga mengikuti suatu proses penurunan orde kesatu (yakni absorpsi melintasi dinding saluran cerna), jumlah obat dalam saluran cerna sama dengan D0e -Kat

Persamaan ini dapat diintegrasikan untuk memberikan persamaan absorpsi oral secara umum, untuk perhitungan konsentrasi obat (Cp) dalam plasma pada setiap waktu(t):

  • Model Kompartemen Pada Pemberian Oral
    • Model Kompartemen 1 Terbuka

Jika obat diberikan melalui oral, maka obat tersebut akan mengalami proses absorbsi lebih dahulu dengan laju yang tetap sebelum masuk ke dalam sistem peredaran darah. Oleh karena itu, laju absorbsi tidak dapat diabaikan. Ilustrasi dari model farmakokinetik satu kompartemen dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jenis kurva kadar dalam plasma-waktu untuk obat yang diberikan secara oral dosis tunggal (Shargel and Yu, 2005).

Untuk obat-obat yang kinetikanya diterangkan dengan model 1-kompartemen terbuka dengan kecepatan absorbs dan eleminasi orde pertama berlaku persamaan difrensial sebagai berikut:

dDb/dt = ka. Dab – k.Db

Dimana dDb/dt adalah perubahan jumlah obat dalam tubuh setiap saat, Dab adalah jumlah obat di tempat absorbs, ka dan k berturut-turut adalah tetapan kecepatan absorbs dan eleminasi (orde-pertama) obat dari tubuh.

Selanjutnya dengan rekayasa matematis, dari persamaan diturunkan rumus baru yang digunakan untuk menerangkan perubahan konsentrasi obat di dalam tubuh sebagai fungsi waktu:

Ct =  –

Dimana F merupakan ketersediaan hayati (bioavailabilitas) dan Vd merupakan volume distribusi obat.

  • Model Kompartemen Dua Terbuka

Pada pemberian Intravena kurva kadar plasma waktu untuk suatu obat yang mengikuti kompartemen dua menenjukkan kadar obat dalam plasma menurun secara biekponensial sebagai penjumlahan dari dua proses orde kesatu distribusi dan eliminasi. Namun pada pemberian oral, jika obat diberikan melalui oral, maka obat tersebut akan mengalami proses absorbsi lebih dahulu dengan laju yang tetap sebelum masuk ke dalam sistem peredaran darah. Oleh karena itu, laju absorbsi tidak dapat diabaikan sehingga dalam kompartemen dua ini, pemberian oral memiliki 3 fase yaitu fase absorpsi, distribusi dan eliminasi.

                                       Gambar 3. Model Kompartemen Dua

Gambar 4. Persamaan Pemberian Oral

Keseluruhan laju sistemik obat dari suatu bentuk sediaan padat yang diberikan secara per oral mencangkup proses laju, laju absorpsi obat menyatakan hasil dari keseluruhan.

  • Parameter Farmakokinetika

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari model yang berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah, urin atau cairan hayati lainya. Parameter farmakokinetik suatu obat ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran dan mempelajari suatu kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi didalam tubuh.

Parameter farmakokinetik yang digunakan pada praktikum kali ini diantaranya adalah tetapan laju absorbsi (Ka), tetapan  laju distribusi (α), tetapan laju eliminasi (β), waktu paruh distribusi (T ½ α), waktu paruh eliminasi(T ½ β), area under curve (AUC), volume distribusi (Vd), fraksi obat terabsorbsi atau bioavailabilitas absolut (F), waktu maksimal (t-max) dan konsentrasi plasma maksimum (Cp max).

  • Area Under Curve (AUC)

AUC merupakan parameter yang penting sebagai ukuran yang menggambarkan jumlah obat di dalam tubuh, sehingga sering dikaitkan  dengan efek farmakologi suatu obat. Karena obat di dalam darah ditentukan pula oleh proses disposisi obat (yaitu distribusi, metabolism dan ekskresi) sebagai fungsi waktu, maka semua proses farmakokinetik ini terwujud dalam luas area dibawah kurva kadar obat didalam darah terhadap waktu (AUC). Dengan kata lain, setiap perubahan AUC dapat mencerminkan perubahan efek obat. Berikut merupakan persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung nilai AUC:

  • Volume Distribusi

Volume distribusi merupakan suatu parameter yang berguna yang mengaitkan konsentrasi plasma dengan jumlah obat dalam tubuh. Dalam kinetika kompartemen ganda kita dapat menganggap secara matematik volume hipotesa, seperti dari kompartemen sentral dan volume perifer atau volume kompartemen jaringan. Untuk suatu obat yang dianggap mengikuti model kompartemen dua terbuka, ada beberapa volume distribusi yang dapat diperhitungan. Persamaan Vd dapat dilihat sebagai berikut:

  • T Max

Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Di samping Ka, Tmax ini juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan kecepatan absorpsi, dan parameter ini lebih mudah diamati/dikalkulasi dari pada Ka. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari mundurnya/memanjangnya T max. Satuan jam atau menit, dengan persamaan pada pemberian oral sebagai berikut:

  • Cp Max

Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma. Nilai ini merupakan resultante dari proses absorpsi, distribusi dan eliminasi, dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak, proses-proses absorpsi, distribusi dan eliminasi berada dalam keadaan seimbang. Selain menggambarkan derajad absorpsi, nilai Cp max ini umumnya juga digunakan sebagai tolak ukur, apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM). Satuan parameter ini adalah berat/volume (ug/ml atau ng/ml) dalam darah/serum/plasma, dengan persamaan sebagai berikut:

Perlu diperhatiakan untuk menilai apakah metode residual tersebut relatif valid, dapat dibandingkan anatara Cmax dan Tmax terhitung dengan harga Cmax dan Tmax obeservasi (data asli). Jika nilainya masing-masing tidak berbeda jauh, maka hasil hitungan dengan metode residual sudah memadai. Kemudian, harga intersep dari kedua regresi pada model satu kompartemen seharusnya sama, namun hal ini tidak pernah terjadi untuk data eksperimen.

F adalah fraksi obat terabsorpsi secara sistematik. Oleh karena obat dalam saluran cerna juga mengikuti suatu proses penurunan order kesatu (yakini diabsorpsi melintasi dinding saluran cerna), jumlah obat dalam saluran cerna sama dengan D0e –ka.t.

Harga F dapat berbeda, mulai 1 untuk untuk absorpsi sempurna 0 untuk obat yang tidak terabsorpsi sempurna. Persamaan ini dapat diintergrasikan untuk memberi persamaan absorpsi oral untuk perhitungan konsentrasi obat dalam plasma (Cp).

Konsentrasi plasma maksimum setelah pendosisan oral adalah Cmax, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi maksimum adalah Tmax. Tmax tidak tergantung dosis dan bergantung dengan ketetapan laju untuk mengabsorpsi (Ka) dan eliminasi (ƙ) pada Cmax disebut konsentrasi puncak, laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi obat. Oleh karena itu, laju perubahan konsentrasi sama dengan 0.

BAB II

METODELOGI

 

  • Alat dan Bahan
    • Alat
  • Kalulator Scientific
  • Laptop
  • Kertas Semilogaritmik
  • Alat Tulis
  • Penggaris
    • Bahan
  • Text Book

 

  • Prosedur Kerja
    • MenentukanModelKompartemen
      • Preparasi Data

Masukkan data pada Microsoft excel berupa tabel yang menyatakan waktu (t) dalam satuan jam dan konsentrasi plasma (Cp) dalam satuan µg/mL.

  • Menentukan Model Kompartemen dengan Kurva

Data yang telah diinput kemudian ditentukan model kompartemennya dengan membuatnya menjadi suatu kurva logaritma, dengan cara data diblock seluruhnya t dan Cp lalu klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines.

Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma.

  • Menampilkan Persamaan dan nilai R pada Kurva

Setelah mengetahui model kompartemen dari kurva yang ditampilkan, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

  • Menentukan Persamaan Farmakokinetika

Prosedur preparasi data, penentuan model kompartemen dengan kurva, sampai penampilan persamaan pada kurva dilakukan dengan prosedur yang sama. Tahapan selanjutnya untuk menentukan parameter farmakokinetika pada kompartemen dua adalah sebagai berikut.

  • Menentukan Persamaan Fase Pertama pada Kompartemen Satu dan Kompartemen Dua

Persamaan pada fase pertama kompartemen satu dan kompartemen dua dapat diawali dengan menentukan kurva dan persamaan pada fase eliminasi.

Kurva pada fase eliminasi dapat ditampilkan dengan memblock 3 data terbawah t dan cp, kemudian langkah yang sama dilakukan untuk menampilkan kurva, dengan cara klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma.  Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

  • Menentukan Cp Terminal dan Cp Residual

Cp terminal dan Cp residual digunakan untuk menentukan kurva dan persamaan fase distribusi pada model kompartemen dua.

Cp terminal dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai A pada persamaan sumbu “y” kurva eliminasi dikalikan dengan eksponen nilai Ke yang didapat dari persamaan eliminasi, dan dikalikan dengan waktu (t) teratas, begitu seterusnya sampai 4 waktu (t) teratas. Cp residual dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai Cp pada data dikurangi dengan masing-masing Cp terminal.

  • Menentukan Persamaan Fase Kedua pada Kompartemen Dua

Persamaan fase kedua pada model kompartemen dua dapat ditentukan dengan kurva dan persamaan distribusi

Kurva fase distribusi merupakan perbandingan waktu (t) dengan Cp residual pada data yang menunjukkan fase distribusi, dengan cara memblock data waktu (t) dan Cp residual, kemudian klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

  • Menentukan Cp Distribusi dan Cp 2 Residual

Cp distribusidan Cp 2 residual digunakan untuk menentukan kurva dan persamaan fase absorpsi pada model kompartemen dua.

Cp distribusidapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai A pada persamaan sumbu “y” kurva distribusi dikalikan dengan eksponen nilai Ke yang didapat dari persamaan distribusi, dan dikalikan dengan waktu (t) teratas yang menunjukkan fase absorpsi. Cp 2 residual dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai Cp residual dikurangi dengan masing-masing Cp distribusi.

  • Menentukan Persamaan Fase Ketiga pada Kompartemen Dua

Persamaan fase ketiga pada model kompartemen dua dapat ditentukan dengan kurva dan persamaan absorpsi.

Kurva fase absorpsi merupakan perbandingan waktu (t) dengan Cp 2 residual pada data yang menunjukkan fase absorpsi, dengan cara memblock data waktu (t) dan Cp 2 residual yang menunjukkan fase absorpsi, kemudian klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

BAB III

HASIL PRAKTIKUM

  

  • Pemberian Paracetamol Tunggal

Diketahui:

Dosis Paracetamol: 500 mg

Kadar parasetamol dalam plasma darah sukarelawan

Waktu Pengambilan Darah (Jam) Konsentrasi Plasma (mcg/mL)
0 0
0.25 9.593
0.5 12.122
0.75 12.951
1 11.342
1.5 9.215
2 7.881
3 5.389
4 3.872
5 2.439
6 1.692
8 0.848
10 0.580
12 0.388

Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Parameter Farmakokinetika

Jawab:

  1. Model Kompartemen

Pemberian Paracetamol tunggal termasuk dalam kompartemen 2

  1. Persamaan Farmakokinetika

Persamaan      = Distribusi + Eliminasi – Absorpsi

Cp       = A.e(-α.t) + B.e(-β.t) – C.e(-Ka.t)

  1. Fase Eliminasi
t Cp
8 0.848
10 0.58
12 0.388

Data yang digunakan:

Kurva yang diperoleh:

                        Sehingga didapatkan persamaan : 4,065e-0,19.x

  1. Fase Distribusi

Data yang digunakan:

t Cp Cp Terminal Cp Residual
1.5 9.215 3.056938 6.158062
2 7.881 2.779897 5.101103
3 5.389 2.298861 3.090139
4 3.872 1.901064 1.970936

Ket:      = Data yang digunakan untuk membuat kurva

Kurva yang diperoleh :

Sehingga didapatkan persamaan : 12,54e-0,46x

  1. Fase Absorpsi

Data yang digunakan:

t Cp Cp Terminal Cp Residual Cp Distribusi Cp 2 Residual

(Diabsolutkan)

0 0 4.065 -4.065 12.54 16.605
0.25 9.593 3.876427 5.716573 11.17773 5.46116
0.5 12.122 3.696601 8.425399 9.963451 1.53805

Ket:       = Data yang digunakan untuk membuat kurva

Kurva yang diperoleh:

Sehingga didapatkan persamaan : 17,04e-4.75x

Cp = 12,54e-0,46x + 4,065e-0,19.x – 17,04e-4.75x

Sehingga Persamaan Kompartemen 2 :

  1. Parameter Farmakokinetika
  2. D0 = 500 mg
  3. Tetapan Laju Absorbsi (Ka) = 4,75 /jam
  4. Tetapan Laju Distribusi (α) = 0,46/ jam
  5. Tetapan Laju Eliminasi (β) = 0,19/ jam
  6. AUC 0 – ∞
t Cp AUC
0 0 1.19913
0.25 9.593 2.71438
0.5 12.122 3.13413
0.75 12.951 3.03663
1 11.342 5.13925
1.5 9.215 4.274
2 7.881 6.635
3 5.389 4.6305
4 3.872 3.1555
5 2.439 2.0655
6 1.692 2.54
8 0.848 1.428
10 0.58 0.968
12 0.388

AUC 0 – ∞    =  + AUC 0-12

=  + 21.32 mg/L.jam

                      = 42,9621 mg/L.jam

  1. Waktu Paruh Distribusi (T ½ α) =  = = = 1,5 jam
  2. Waktu Paruh Eliminasi(T ½ β) = =  = 3,64 jam
  3. Fraksi Obat Terabsorpsi (Absolute)

F Paracetamol = 0,9

  1. Volume Distribusi (VD) = =

=

=55,14 L

  1. T Maks = log

= log

= log 10,32/jam

= 0.536 x 1,01

= 0,54 jam

  1. C Maks = A.e(-α.tmaks) + B.e(-β.tmaks) – C.e(-Ka.tmaks)

= 12,54e(-0,46. 0.54) + 4,065e(-0,19 0.54) – 17,04e(-4.75. 0.54)

= 12,54e(-0,248) + 4,065e(-0,102) – 17,04e(-2,565)

= 9,785 + 3,67 – 1,31

= 12,145 mg/L

  1. Clearance (Cl) =  =  

= 10,47 L/jam

  • Pemberian Paracetamol dengan Fenilpropanolamin

Diketahui:

Dosis Paracetamol            : 500 mg

Dosis Fenilpropanolamin :50 mg

Kadar parasetamol kombinasi dengan fenilpropanolamin dalam plasma darah sukarelawan

Waktu Pengambilan Darah

(Jam)

Konsentrasi Plasma (mcg/mL)
0 0
0.25 4.115
0.5 5.156
0.75 5.64
1 5.519
1.5 5.152
2 4.29
3 2.901
4 2.044
5 1.356
6 0.912
8 0.53
10 0.37
12 0.264

Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Parameter Farmakokinetika

Jawab:

  1. Model Kompartemen

Pemberian Kombinasi Paracetamol dan Fenilpropanolamine termasuk dalam kompartemen 2 Terbuka Oral

  1. Persamaan Farmakokinetika

Persamaan = Distribusi + Eliminasi – Absorpsi

Cp = A.e(-α.t) + B.e(-β.t) – C.e(-Ka.t)

 

  1. Fase Eliminasi
t Cp
8 0.53
10 0.37
12 0.264

                        Sehingga didapatkan persamaan : 2.128e-0,17.x

  1. Fase Distribusi

Data yang digunakan:

t Cp Cp Terminal Cp Residual
2 4.29 1.502578409 2.787421591
3 2.901 1.262611975 1.638388025
4 2.044 1.060968926 0.983031074
5 1.356 0.891528897 0.464471103

Kurva yang diperoleh:

Sehingga didapatkan persamaan :  9.431e-0,58.x

  1. Fase Absorpsi

Data yang digunakan :

T Kadar (mcg/ml) Cp terminal C1 residual Cp Distribusi C2 residual

(Diabsolutkan)

0 0 2.128 -2.128 9.4317 11.5597
0.25 4.115 2.037416475 2.077583525 8.140294479 6.062710954
0.5 5.156 1.95068886 3.20531114 7.025710551 3.82039941

Ket:      = Data yang digunakan untuk membuat kurva

Kurva yang diperoleh:

Sehingga didapatkan persamaan : 11,21e-2,21x

Cp = 9.431e-0,58.x + 2.128e-0,17.x  – 11,21e-2,21x

Sehingga Persamaan Kompartemen 2 :

  1. Parameter Farmakokinetika
  2. D0 = 500 mg
  3. Tetapan Laju Absorbsi (Ka) = 2,21 /jam
  4. Tetapan Laju Distribusi (α) = 0,58/ jam
  5. Tetapan Laju Eliminasi (β) = 0,17/ jam
  6. AUC 0 – ∞

t Kadar (mg/L) AUC
0 0 0.514375
0.25 4.115 1.158875
0.5 5.156 1.3495
0.75 5.64 1.394875
1 5.519 2.66775
1.5 5.152 2.3605
2 4.29 3.5955
3 2.901 2.4725
4 2.044 1.7
5 1.356 1.134
6 0.912 1.442
8 0.53 0.9
10 0.37 0.634
12 0.264

AUC 0 – ∞    =  + AUC 0-12

=1,55 mg /L.jam + 21.32 mg /L.jam

            = 22.87 mg /L.jam

  1. Waktu Paruh Distribusi (T ½ α) =  = = = 1,19 jam
  2. Waktu Paruh Eliminasi(T ½ β) = =  = 4,07 jam
  3. Fraksi Obat Terabsorpsi (Absolute)

F Paracetamol =

AUC IV   =47,735 mg /L.jam

F Kombinasi          =0,479

  1. Volume Distribusi (VD) = 62,37 L
  1. T Maks = 1.41 jam log 3.81

= 0,81 jam

  1. C Maks = A.e(-α.tmaks) + B.e(-β.tmaks) – C.e(-Ka.tmaks)

= 9.431e(-0,58. 0.81) + 2.128e(-0,17.0,81)  – 11,21e(-2,21.0,81)

= 9.431e(-0,469) + 2.128e(-0,137)  – 11,21e(-1,790)

= 5,9 + 1,85 – 1,87

= 5,88 mg/L

  1. Clearance (Cl) =  =

= 10,60 L/jam

  • Pemberian Fenilpropanolamin Tunggal

Diketahui:

Dosis Fenilpropanolamin :50 mg

Kadar fenilpropanolamin dalam plasma darah sukarelawan

Waktu Pengambilan Darah

(Jam)

Konsentrasi Plasma (mcg/mL)
0 0
0.25 0.069
0.5 0.164
0.75 0.224
1 0.267
1.5 0.302
2 0.29
3 0.2
4 0.15
5 0.107
6 0.077
8 0.06
10 0.051
12 0.042

Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Parameter Farmakokinetika

Jawab:

  1. Model Kompartemen

Pemberian Fenilpropanolamine tunggal termasuk dalam Kompartemen 2

  1. Persamaan Farmakokinetika
  2. Fase Eliminasi

Data yang digunakan:

t (Jam) Cp (mg/L)
8 0.06
10 0.051
12 0.042

Kurva yang diperoleh:

Sehingga Persamaan yang diperoleh: 0,123e-0.08x

  1. Fase Distribusi

Data yang digunakan:

t Cp Cp terminal Cp residual
2 0.29 0.104814 0.185186
3 0.2 0.096755 0.103245
4 0.15 0.089316 0.060684
5 0.107 0.082449 0.024551

Ket:       = Data yang digunakan untuk membuat kurva

Kurva yang diperoleh:

Sehingga Persamaan yang diperoleh: 0,734e-0,65x

  1. Fase Absorpsi

Data yang digunakan:

t Cp Cp Terminal Cp 1 Residual

(Diabsolutkan)

Cp Distribusi Cp 2 Residual

(Diabsolutkan)

0 0 0.123 0.123 0.734 0.857
0.25 0.069 0.120564 0.051564 0.623912 0.67548
0.5 0.164 0.118177 0.04582 0.530335 0.48451
0.75 0.224 0.115837 0.10816 0.450793 0.34263

Ket:       = Data yang digunakan untuk membuat kurva

Kurva yang diperoleh:

Sehingga persamaan yang diperoleh : 0,884e-1,23x

Cp = 0,734e-0,65x + 0,123e-0.08x – 0,884e-1,23x

Persamaan Kompartemen 2:

  1. Parameter Farmakokinetika
  2. D0 = 50 mg
  3. Tetapan Laju Absorbsi (Ka) = 1,23 /jam
  4. Tetapan Laju Distribusi (α) = 0,65/ jam
  5. Tetapan Laju Eliminasi (β) = 0,08/ jam
  6. AUC 0 – ∞
t Cp AUC
0 0 0.00863
0.25 0.069 0.02913
0.5 0.164 0.0485
0.75 0.224 0.06138
1 0.267 0.14225
1.5 0.302 0.148
2 0.29 0.245
3 0.2 0.175
4 0.15 0.1285
5 0.107 0.092
6 0.077 0.137
8 0.06 0.111
10 0.051 0.093
12 0.042 0.525

AUC 0 – ∞    =  + AUC 0-12

=  + 1.41 mg /L.jam

                      = 1.935 mg /L.jam

  1. Waktu Paruh Distribusi (T ½ α) =  = = = 1,06 jam
  2. Waktu Paruh Eliminasi(T ½ β) = =  = 66 jam
  3. Fraksi Obat Terabsorpsi (Absolute)

F Fenilpropanoamine  = 0,9

  1. Volume Distribusi (VD) = =

=

= 290,69 L

  1. T Maks = log

= log

= 3,96 jam log 1,89

=1,09 jam

  1. C Maks = A.e(-α.tmaks) + B.e(-β.tmaks) – C.e(-Ka.tmaks)

= 0,734e(-0,65. 1,09) + 0,123e(-0.08.1,09) – 0,884e(-1,23.1,09)

= 0,734e(-0,708) + 0,123e(-0,087) – 0,884e(-1,340)

= 0,36 + 0,11 – 0,23

=0,24 mg/L

  1. Clearance (Cl) =  =

= 23,25 L/jam

  • Pemberian Fenilpropanolamin dengan Paracetamol

Diketahui:

Dosis Fenilpropanolamin :50 mg

Dosis Paracetamol            : 500 mg

Kadar fenilpropanolamin kombinasi dengan parasetamol dalam plasma darah sukarelawan

Waktu Pengambilan Darah

(Jam)

Konsentrasi Plasma (mcg/mL)
0 0
0.25 0.041
0.5 0.07
0.75 0.105
1 0.13
1.5 0.165
2 0.153
3 0.118
4 0.091
5 0.065
6 0.055
8 0.042
10 0.037
12 0.032

Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Parameter Farmakokinetika

Jawab:

  1. Model Kompartemen

Pemberian Fenilpropanolamine Kombinasi termasuk dalam kompartemen 2

  1. Persamaan Farmakokinetika
  2. Fase Eliminasi

Data yang digunakan:

t Cp
8 0.042
10 0.037
12 0.032

Kurva yang diperoleh:

Sehingga Persamaan fase eliminasi: 0,072e-0,06x

  1. Fase Distribusi

Data yang digunakan:

t Cp Cp Terminal Cp Residual
2 0.153 0.063858 0.089142
3 0.118 0.060139 0.057861
4 0.091 0.056637 0.034363
5 0.065 0.053339 0.011661

Ket:       = Data yang digunakan untuk membuat kurva

Kurva yang diperoleh:

Sehingga Persamaan fase distribusi: 0,385e-0,66x

  1. Fase Absorpsi

Data yang digunakan:

t Cp Cp Terminal Cp Residual Cp Distribusi C2 Residual

(Diabsolutkan)

0 0 0.072 -0.072 0.385 0.457
0.25 0.041 0.070928 -0.02993 0.326439 0.35637
0.5 0.07 0.069872 0.000128 0.276786 0.27666
0.75 0.105 0.068832 0.036168 0.234685 0.19852

Kurva yang diperoleh:

Sehingga Persamaan fase absorpsi: 0,464e-1,10x

Cp = 0,385e-0,66x + 0,072e-0,06x – 0,464e-1,10x

Persamaan Kompartemen 2:

  1. Parameter Farmakokinetika
  2. D0 = 50 mg
  3. Tetapan Laju Absorbsi (Ka) = 1,10 /jam
  4. Tetapan Laju Distribusi (α) = 0,66/ jam
  5. Tetapan Laju Eliminasi (β) = 0,06/ jam
  6. AUC 0 – ∞
t Cp AUC
0 0 0.00513
0.25 0.041 0.01388
0.5 0.07 0.02188
0.75 0.105 0.02938
1 0.13 0.07375
1.5 0.165 0.0795
2 0.153 0.1355
3 0.118 0.1045
4 0.091 0.078
5 0.065 0.06
6 0.055 0.097
8 0.042 0.079
10 0.037 0.069
12 0.032

AUC 0 – ∞    =  + AUC 0-12

= + 0,8465 mg /L.jam

            = 1,379 mg /L.jam

  1. Waktu Paruh Distribusi (T ½ α) =  = = = 1,05 jam
  2. Waktu Paruh Eliminasi(T ½ β) = =  = 55 jam
  3. Fraksi Obat Terabsorpsi (Absolute)

F Fenilpropanolamine      =

AUC IV                      =

                                         = 2,15 mg /L.jam

F Kombinasi         =

                                                = = 0,64

  1. Volume Distribusi (VD) = =

=

= 386,75 L

  1. T Maks = log

= log

= log 1,67/jam

= 1,16 jam

  1. C Maks = A.e(-α.tmaks) + B.e(-β.tmaks) – C.e(-Ka.tmaks)

= 0,385e(-0,66.1,16) + 0,072e(-0,06.1,16) – 0,464e(-1,10.1,16)

= 0,385e(-0,765) + 0,072e(-0,069) – 0,464e(-1,276)

= (0,385 x 0,465)  + (0,072 x 0,93) – (0,464 x 0,27)

= 0,179 + 0,066 – 0,125

= 0,12 mg/L

  1. Clearance (Cl) =  = = 23,20 L/jam

BAB IV

PEMBAHASAN

 Pada praktikum kali ini bertujuan untuk dapat memberikan rekomendasi terapi terkait farmakokinetika obat yang diberikan melalui rute oral kompartemen terbuka. Pada kasus ini menggunakan paracetamol dan fenilpropanolamin. Dimana dalam pemberiannya dilihat pada 6 sukarelawan. Pemberiannya antara lain: paracetamol tunggal, kombinasi paracetamol dengan fenilpropanolamin, fenilpropanolamin tunggal dan kombinasi fenilpropanolamin dengan paracetamol.

Berdasarkan kurva profil tersebut dapat dilihat bahwa ada perbedaan, dimana perbedaan tersebut adalah terjadi pada tahap absorpsi dan dapat juga dilihat pada gambaran AUC 0 – ∞, dimana AUC 0 – ∞ paracetamol kombinasi mengalami penurunan. Fraksi laju absorpsi (F) juga berpengaruh, dimana F fraksi pada paracetamol tunggal adalah 0,9 sedangkan pada paracetamol kombinasi adalah 0,479 dan didapatkan selisih penurunannya sebesar: x 100%  = 46,78 %. Ini menyatakan bahwa terjadi penurunan laju absorpsi sebanyak 46,78% jika paracetamol diberikan secara kombinasi dengan fenilpropanolamin.

Pada pemberian fenilpropanolamin tunggal dan kombinasi juga memiliki perbedaan, perbedaan tersebut dapat dilihat pada kurva profil berikut:

Gambar 4.2 Kurva Konsentrasi Plasma – Waktu Fenilpropanolamin dan Kombinasi dengan Parasetamol

Pada kurva profil terdapat perbedaan pada tahap absorpsi dan dapat juga dilihat pada gambaran AUC 0 – ∞, dimana AUC 0 – ∞ fenilpropanoamin kombinasi mengalami penurunan. Fraksi laju absorpsi (F) juga berpengaruh, dimana F fraksi pada fenilpropanolamin tunggal adalah 0,9 sedangkan pada fenilpropanolamin kombinasi adalah 0,64 dan didapatkan selisih penurunannya sebesar: x 100%  = 28,88 %. Ini menyatakan bahwa terjadi penurunan laju absorpsi sebanyak 28,88% jika fenilpropanolamin diberikan secara kombinasi dengan paracetamol.

Perbedaan juga terlihat waktu paruh eliminasi dari seluruh tubuh (t½β) dan Cmaks. Waktu paruh eliminasi untuk pemberian parasetamol dan fenilpropanoamin secara kombinasi lebih lama dibandingkan dengan pemberian tunggal sedangkan Cmaks yang dihasikan jika pemberian paracetamol dan fenilpropanolamin lebih rendah daripada pemberian tunggal. Parameter farmakokinetik seperti AUC 0 – ∞, F, (t½β) dan Cmaks sangat berpengaruh terhadap profil terapi obat yang akan diberikan kepada pasien. Lebih baik obat ini diberikan secara tunggal agar memperoleh profil obat yang baik namun apabila ingin diberikan sebagai kombinasi dapat pula dilakukan pengkajian untuk menentukan frekuensi pemakaian dan dosis dari kedua obat tersebut  sehingga profil kedua obat ini dapat menghasilkan efek obat yang efektif bagi pasien.

BAB V

KESIMPULAN

Dari praktikum farmakokinetika oral kompartemen terbuka (pemberian parasetamol tunggal dan kombinasi dengan fenilpropanolamin) dapat disimpulkan bahwa rekomendasi yang dapat kami sampaikan adalah lebih baik obat ini diberikan secara tunggal agar memperoleh profil obat yang baik namun apabila ingin diberikan sebagai kombinasi dapat pula dilakukan pengkajian untuk menentukan frekuensi pemakaian dan dosis dari kedua obat tersebut  sehingga profil kedua obat ini dapat menghasilkan efek obat yang efektif bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Rusdiana Taofik, Fauzi Sjuib, Sukmadjaja Asyarie. Interaksi Farmakokinetik Kombinasi Obat Parasetamol dan Fenilpropanolamin Hidroklorida Sebagai Komponen Obat Flu. Available at: www.pustaka.unpad.ac.id Opened at: 8 Maret 2017

Shargel, L. dan Yu. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 63-64

Shargel, L.dkk. (2012). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 161-163

 

HUBUNGAN RUTE PEMBERIAN OBAT DENGAN BIOAVAILABILITAS OBAT

LAPORAN  PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

HUBUNGAN RUTE PEMBERIAN OBAT DENGAN BIOAVAILABILITAS OBAT

 

 Oleh :

NI PUTU DEWI WAHYUNI                                  162200019

NI PUTU ERNA WIDIASMINI                             162200020

NI PUTU OZZY CINTIA DEWI                           162200021

PUTU AYU WIDYA GALIH MEGA PUTRI     162200022

NI PUTU IRMA RIANA RAHMADEWI             162200023

SANG PUTU GEDE ADI PRATAMA                 162200024

JURUSAN FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA

2017

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Tujuan Praktikum

Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui prinsip rute pemberian obat dengan bioavailabilitas obat.

  • Dasar Teori
    • Rute Pemberian Obat

Obat dapat diberikan melalui rute parenteral, enteral, inhalasi, transdermal (perkutan), atau intranasal untuk absorpsi sistemik. Setiap rute pemakaian obat mempunyai keuntungan dan kerugian tertentu. Beberapa karakteristik dari rute pemakaian obat memiliki keuntungan dan kerugian tertentu. Ketersediaan sistemik dan mula kerja obat dipengaruhi oleh aliran darah ke site pemakaian, karakteristik fisiko kimia obat dan produk obat, dan kondisi patofisiologis pada site absorpsi (Shargel, 2005).

Rute pemakaian oral merupakan rute yang paling lazim dan popular dari pendosisan obat. Bentuk sediaan oral harus dirancang untuk memperhitungkan rentang pH yang ekstrim, ada atau tidak adanya makanan, degradasi enzim, perbedaan permeabilitas obat dalam darah yang berbeda dalam usus, dan motilitas saluran cerna (Shargel, 2005). Pemberian intravena dan pemberian intraarterial menghilangkan semua masalah penyerapan, karena zat aktif langsung masuk ke dalam peredaran darah. Pemberian obat secara intramuskuler dan subkutan sering dilakukan, jika dikehendaki suatu efek yang cepat, terutama bila pemberian intravena dinyatakan lebih berbahaya dan pemilihan cara enteral tidak memungkinkan, misalnya obat dirusak oleh enzim lambung. Cara intramuskuler dan subkutan mempunyai karakteristik yang mirip, namun penyerapan zat aktif terjadi lebih cepat jika obat disuntikkan secara intramuskuler dibandingkan secara subkutan.

Bila suatu obat diberikan melalui suatu rute pemberian ekstravaskuler (oral, topikal, intranasal, inhalasi, rektal) pertama obat harus diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik dan kemudian berdifusi atau ditranspor ke site aksi sebelum menghasilkan aktivitas biologis atau terapeutik. Prinsip umum dan kinetika absorpsi dari site ekstravaskuler tersebut mengikuti prinsip yang sama seperti dosis oral, walau fisiologis site pemakaian berbeda.

  • Model Kompartemen

Model kompartemental merupakan model farmakokinetika klasik yang meniru proses kinetika absorpsi, distribusi, dan proses eliminasi obat dengan sedikit rincian fisiologis.

  • Model Kompartemen Satu

1.2.2.1.1 Pemberian Intravena

Model kompartemen satu terbuka pemberian intravena merupakan model yang menganggap bahwa obat dapat masuk dan meninggalkan tubuh, dan tubuh berlaku seperti suatu kompartemen tunggal yang seragam. Rute intravena merupakan rute pemakaian obat yang paling sederhana dari pandangan pemodelan. Model kinetik yang paling sederhana menggambarkan disposisi obat dalam tubuh adalah dengan menganggap obat diinjeksikan sekaligus dalam suatu kotak, atau kompartemen, dan obat berdistribusi secara serentak dan homogeny ke dalam kompartemen. Eliminasi obat terjadi dari kompartemen segera setelah injeksi (Shargel, 2005).

Pemberian obat melalui intravena dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui injeksi dan infus. Jika obat diberikan melalui intravena (IV) dengan cara injeksi, maka seluruh dosis obat diasumsikan akan langsung masuk ke dalam sistem peredaran darah dan laju absorpsi obat dapat diabaikan dalam perhitungan.  Setelah itu, obat akan mengalami proses eliminasi. Eliminasi yang terjadi diasumsikan berlangsung menurut proses orde satu, yaitu banyaknya obat yang tereliminasi sebanding dengan banyaknya obat yang ada dalam tubuh. Gambaran tentang model kompartemen satu pemberian intravena dapat diilustrasikan dalam gambar berikut:

                                                                                  Laju eleminasi (Ke)

Gambar 1. Model farmakokinetik satu kompartemen pemberian intravena.

Db = Jumlah obat dalam tubuh; Vd = Volume distribusi obat

Jika suatu obat sibrikan secara intravena bolus dosis tunggal dan obat tersebut terdistribusi sangat cepat dalam tubuh menurut model kompartemen 1. (Gambar 1), serta dieleminasi dengan proses orde pertama, hilangnya obat dalam tubuh per satuan waktu diterangkan sebagai berikut:

dDb/dt = -k. Db

Db adalah jumlah obat yang berada di dalam tubuh pada waktu (t) setelah pemberian intravena, k adalah tetapan kecepatan eleminasi orde pertama obat melalui metabolism urine, empedu, dan proses lainnya.

Selanjutnya untuk menerangkan perubahan jumlah obat dalam tubuh pada setiap waktu, persamaan  dapat diintegralkan menjadi:

Dbt = Div .e-k.t

Dimana Dbt adalah perubahan jumlah obat dalam tubuh pada tiap waktu, Div (dosis intravena) adalah jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh pada waktu t = 0, dan e adalah dasar logaritma natural. Berdasarkan persamaan dapat dirubah menjadi persamaan yang kemudian akan dapat menerangkan kadar obat dalam darah terhadap waktu dalam persamaan berikut:

Ct = Co .e-k.t

Dimana Ct adalah perubahan konsentrasi obat dalam tubuh tiap waktu, Co adalah konsentrasi obat yang ada dalam tubuh pada saat waktu t = 0, k adalah konstanta laju eleminasi dan e adalah dasar logaritma natural.

1.2.2.1.2 Pemberian Oral

Jika obat diberikan melalui oral, maka obat tersebut akan mengalami proses absorbsi lebih dahulu dengan laju yang tetap sebelum masuk ke dalam sistem peredaran darah. Oleh karena itu, laju absorbsi tidak dapat diabaikan. Ilustrasi dari model farmakokinetik satu kompartemen dapat dilihat pada Gambar 2.

Untuk obat-obat yang kinetikanya diterangkan dengan model 1-kompartemen terbuka dengan kecepatan absorbs dan eleminasi orde pertama berlaku persamaan difrensial sebagai berikut:

dDb/dt = ka. Dab – k.Db

Dimana dDb/dt adalah perubahan jumlah obat dalam tubuh setiap saat, Dab adalah jumlah obat di tempat absorbs, ka dan k berturut-turut adalah tetapan kecepatan absorbs dan eleminasi (orde-pertama) obat dari tubuh.

Selanjutnya dengan rekayasa matematis, dari persamaan diturunkan rumus baru yang digunakan untuk menerangkan perubahan konsentrasi obat di dalam tubuh sebagai fungsi waktu:

Ct =  –

Dimana F merupakan ketersediaan hayati (bioavailabilitas) dan Vd merupakan volume distribusi obat.

  • Model Kompartemen Ganda

Model kompartemen ganda dikembangkan untuk menjelaskan pengamatan dimana setelah suatu injeksi i.v. cepat, kurva kadar dalam plasma-waktu tidak menurun secara linier sebagai proses tunggal, laju orde kesatu. Kurva kadar plasma waktu mencerminkan eliminasi obat orde kesatu dari tubuh hanya setelah kesetimbangan distribusi atau kesetimbangan obat dalam plasma dengan jaringan perifer terjadi. Suatu obat mengikuti farmakokinetika dari suatu model kompartemen dua kesetimbangan dalam tubuh tidak terjadi secara cepat, sebagaimana yang terjadi pada model kompartemen satu. Pada model ini, obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen, kompartemen sentral dan jaringan atau kompartemen perifer. Kompartemen sentral mewakili darah, cairan ekstraseluler dan jaringan dengan perfusi tinggi. Kompartemen ke dua, dikenal sebagai kompartemen jaringan atau perifer, terjadi jaringan-jaringan yang mana obat bersetimbangan dengan lebih lambat. Transpor obat antar dua kompartemen dianggap terjadi melalui proses orde ke satu. Gambaran mengenai model kompartemen ganda dan persamaannya ditampilkan sebagai berikut:

  • Pemberian Intravena

Ada beberapa kemungkinan model kompartemen dua. Model A merupakan yang paling sering digunakan dan menggambarkan kurva kadar plasma-waktu teramati. Perjanjiannya, kompartemen satu adalah kompartemen sentral dan kompartemen dua adalah kompartemen jaringan. Tetapan laju “k” menunjukkan tetapan perpindahan laju orde ke satu untuk pergerakan obat dari kompartemen satu ke kompartemen dua, dan dari kompartemen dua ke kompartemen satu. Kadang-kadang tetapan perpindahan tersebut tetapan mikro dan harganya tidak dapat diestimasi secara langsung. Sebagian besar model kompartemen dua mengganggap bahwa eliminasi terjadi dari model kompartemen sentral, kecuali informasi lain dari obat ini diketahui. Eliminasi obat dianggap terjadi dari kompartemen sentral, oleh karena site utama eliminasi obat (ekskresi renal dan metabolisme obat hepatik) terjadi dalam organ ginjal dan liver, dengan perfusi darah yang tinggi.

Gambar 1. Kurva Kadar Plasma Waktu untuk Model Kompartemen Dua Terbuka

Cp = Ae-at + Be-bt

Tetapan a dan b berturut-turut adalah tetapan laju untuk fase distribusi dan fase eliminasi. Tetapan A dan B adalah intersep pada sumbu y untuk masing-masing grafik dengan metode residual atau komputer.

Kurva kadar obat dalam plasma-waktu menunjukkan suatu fase kesetimbangan awal yang cepat dengan kompartemen sentral (fase distribusi) yang diikuti oleh fase eliminasi setelah kompartemen jaringan berkesetimbangan dengan obat. Fase distribusi dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam dan dapat kehilangan semuanya bila pengambilan cuplikan darah terlambat atau interval yang lebar setelah pemberian obat.

  • Pemberian Oral

Pada pemberian Intravena kurva kadar plasma waktu untuk suatu obat yang mengikuti kompartemen dua menenjukkan kadar obat dalam plasma menurun secara biekponensial sebagai penjumlahan dari dua proses orde kesatu distribusi dan eliminasi. Namun pada pemberian oral, jika obat diberikan melalui oral, maka obat tersebut akan mengalami proses absorbsi lebih dahulu dengan laju yang tetap sebelum masuk ke dalam sistem peredaran darah. Oleh karena itu, laju absorbsi tidak dapat diabaikan sehingga dalam kompartemen dua ini, pemberian oral memiliki 3 fase yaitu fase absorpsi, distribusi dan eliminasi.

Gambar 2. Model Kompartemen Dua dan Persamaan Pemberian Oral

Keseluruhan laju sistemik obat dari suatu bentuk sediaan padat yang diberikan secara per oral mencangkup proses laju, laju absorpsi obat menyatakan hasil dari keseluruhan.

  • Parameter Farmakokinetika

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari model yang berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah, urin atau cairan hayati lainya. Parameter farmakokinetik suatu obat ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran dan mempelajari suatu kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi didalam tubuh.

Parameter farmakokinetik yang digunakan pada praktikum kali ini diantaranya adalah AUC (area under curve), Vd (volume distribusi), F (fraksi obat terabsorbsi atau bioavailabilitas), t-max (waktu maksimal) dan Cp max (konsentrasi plasma maksimum).

  • AUC

AUC merupakan parameter yang penting sebagai ukuran yang menggambarkan jumlah obat di dalam tubuh, sehingga sering dikaitkan  dengan efek farmakologi suatu obat. Karena obat di dalam darah ditentukan pula oleh proses disposisi obat (yaitu distribusi, metabolism dan ekskresi) sebagai fungsi waktu, maka semua proses farmakokinetik ini terwujud dalam luas area dibawah kurva kadar obat didalam darah terhadap waktu (AUC). Dengan kata lain, setiap perubahan AUC dapat mencerminkan perubahan efek obat. Berikut merupakan persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung nilai AUC.

  • Volume Distribusi

Volume distribusi merupakan suatu parameter yang berguna yangmengaitkan konsentrasi plasma dengan jumlah obat dalam tubuh. Dalamkinetika kompartemen ganda kita dapat menganggap secara matematik volume hipotesa, seperti dari kompartemen sentral dan volume perifer atauvolume kompartemen jaringan. Untuk suatu obat yang dianggap mengikutimodel kompartemen dua terbuka, ada beberapa volume distribusi yang dapatdiperhitungan. Persamaan Vd dapat dilihat sebagai berikut:

VD intravena =

VD oral dan intramuskular =

  • Bioavailabilitas

Bioavailabilitas menunjukan suatu pengukuran laju  dan jumlah bahan aktif atau bagian aktif yang diabsorbsi dari suatu produk obat dan tersedia pada site aksi. Untuk produk obat yang tidak ditujukan diabsorbsi ke dalam aliran darah, bioavailabilitas availabilitas absolut.

Availabilitas absolute obat adalah availabilitas sistemik suatu obat  setelah pemakaian ekstravaskuler misalnya oral, rectal, transderma, subkutan. Dibandingkan terhadap dosis i.v. availabilitas absolute suatu obat biasanya diukur dengan membandingkan AUC produk yang bersangkutan setelah pemberian ekstravaskuler dan i.v. pengukuran dapat dilakukan sepanjang VD dan ktidak bergantung pada rute pemberian. Availabilitas absolute setelah pemakaian oral dengan menggunakan data plasma dapat ditentukan sebagai berikut:

Availabilitas absolute = F

Availabilitas absolute, F, dapat dinyatakan sebagai fraksi atau persen dengan mengalikan F x 100. Availabilitas absolute yang menggunakan data ekskresi obat lewat urine dapat ditentukan sebagai berikut:

Availabilitas absolute =

Availabilitas absolutnya sama juga dengan F. Availabilitas absolut kadang-kadang dinyatakan sebagai persen, yakni F=I, atau 100%. Untuk obat-obatan yang diberikan secara vaskuker seperti injeksi i.v, bolus, F=I oleh karena seluruh obat terbsorpsi sempurna. Untuk semua rute pemakaian ekstravaskuler seperti rute oral, bioavailabilitas absolut F tidak melebihi 100% (F=I). F biasanya ditentukan dengan persamaan 15.4 atau 15.5 dimana PO adalah rute oral atau rute oemakaian obat ekstravaskuler lainnya.

Studi klinis berguna dalam menentukan keamanan dan kemajuan produk obat. Studi bioavailabilitas berguna dalam menetapkan pengaruh perubahan sifar fisikokimia bahan obat dan pengaruh produk obat pada farmakokinetik obat. Studi bioekuivalensi berguna dalam membandingkan bioavailabilitas obat yang sama dari berbagai produk obat. Bioavailabilitas dan bioekuivalensi juga dapat dipertimbangkan sebagai ukuran tampilan produk obat in vivo. apabila produk-produk obat dinyatakan bioekuivalen dan ekuivalen terapeutik maka profil kemanjuran klinis dan keamanan produk obat tersebut dianggap sama dan dapat digantikan satu dengan yang lain.

AVAILABILITAS RELATIF DAN ABSOLUT

AUC berguna sebagai ukuran dari jumlah obat total obat yang utuh tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC tergantung pada jumlah total obat yang tersedia,  dibagi tetapan laju eliminasi,k dan volume distribusi,  F adalah fraksi dosis terabsorpsi. Setelah pemberian i.v, F samadengan satu, karena seluruh dosis terdapat dalam sirkulasi sistemik dengan segera. Setelah pemberian obat secara oral, F dapat berbeda mulai dari harga F sama dengan nol sampai F sama dengan satu (absorpsi obat sempurna).

AVAILABILITAS RELATIF

Availabilitas relatif (apparent) adalah ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat dibandingkan terhadap suatu standar yang diketahui. Fraksi dosis yang tersedia secara sistemik dari suatu produk oral sukar dipastikan. Availabilitas obat dalam suatu formula dibandingkan terhadap availabilitas obat dalam formula standar, yang biasanya berupa suatu larutan dari obat murni, dievaluasi dalam studi “crossover”. Availabilitas relative dari dua produk obat yang diberikan pada dosis dan rute pemberian yang sama dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

 Availabilitas relatif

Dimana produk obat B sebagai standar perbandingan yang telah dikethui. Fraksi tersebut dapat dikalikan 100 untuk member persen availabilitas relative.

Jika dosis yang diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis dibuat, seperti dalam persamaan berikut:

Availabilitas relative=

Data eksresi obat lewat urine juga dapat digunakan untuk mengukur availabilitas relative apabila jumlah total obat utuh yang diekresi dalam urine dikumpulkan. Persen availabilitas relative dengan menggunakan data ekskresi urine dapat ditentukan sebagai berkut:

Persen availabilitas relative =

Di mana  adalah jumlah total obat yang diekskresi dalam urine.

  • T Max

Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak. Di samping Ka, Tmax ini juga digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan kecepatan absorpsi, dan parameter ini lebih mudah diamati/dikalkulasi dari pada Ka. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari mundurnya/memanjangnya T max. Satuan jam atau menit, dengan persamaan pada pemberian oral sebagai berikut:

  • Cp Max

Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma. Nilai ini merupakan resultante dari proses absorpsi, distribusi dan eliminasi, dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak, proses-proses absorpsi, distribusi dan eliminasi berada dalam keadaan seimbang. Selain menggambarkan derajad absorpsi, nilai Cp max ini umumnya juga digunakan sebagai tolak ukur, apakah dosis yang diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM). Satuan parameter ini adalah berat/volume (ug/ml atau ng/ml) dalam darah/serum/plasma, dengan persamaan sebagai berikut:

BAB II

METODELOGI

 

  • ALAT DAN BAHAN
    • Alat
  • Kalulator Scientific
  • Laptop
  • Kertas Semilogaritmik
  • Alat Tulis
  • Penggaris
    • Bahan
  • Text Book

 

  • PROSEDUR KERJA
    • Menentukan Model Kompartemen
      • Pemberian Intravena, Intramuskular, dan Oral
  1. Preparasi Data

Masukkan data pada Microsoft excel berupa tabel yang menyatakan waktu (t) dalam satuan jam dan konsentrasi plasma (Cp) dalam satuan µg/mL.

  1. Menentukan Model Kompartemen dengan Kurva

Data yang telah diinput kemudian ditentukan model kompartemennya dengan membuatnya menjadi suatu kurva logaritma, dengan cara data diblock seluruhnya t dan Cp lalu klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines.

Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma.

  1. Menampilkan Persamaan dan nilai R pada Kurva

Setelah mengetahui model kompartemen dari kurva yang ditampilkan, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

  • Menentukan Persamaan Farmakokinetika

Prosedur preparasi data, penentuan model kompartemen dengan kurva, sampai penampilan persamaan pada kurva dilakukan dengan prosedur yang sama untuk pemberian intravena, intramuskular, dan oral. Tahapan selanjutnya untuk menentukan parameter farmakokinetika pada kompartemen dua adalah sebagai berikut:

  1. Kurva eliminasi dapat ditampilkan dengan memblock 3 data terbawah t dan cp, kemudian langkah yang sama dilakukan untuk menampilkan kurva, dengan cara klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.
  2. Menentukan Cp Terminal dan Cp Residual

Cp terminal dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai A pada persamaan sumbu “y” kurva eliminasi dikalikan dengan eksponen nilai Ke yang didapat dari persamaan, dan dikalikan dengan waktu (t) teratas, begitu seterusnya sampai 4 waktu (t) teratas.Cp residual dapat ditentukan dengan memasukkan ke rumus, nilai Cp pada data teratas dikurangi dengan masing-masing Cp terminal.

  1. Menentukan Persamaan Fase Kedua pada Kompartemen Dua

Kurva distribusi merupakan perbandingan waktu (t) dengan Cp residual, dengan cara memblock data waktu (t) dan Cp residual, kemudian klik insert, pilih chart pada tool, pilih scatter dan pilih model smooth lines. Kurva yang ditampilkan dirubah ke tampilan kurva logaritma dengan cara klik kanan pada bagian angka di sumbu “y” yang menyatakan konsentrasi (Cp) kemudian pilih format axis, lalu centang pada pilihan logaritmic scale maka kurva berubah menjadi format kurva logaritma. Setelah mengetahui kurva eliminasi, kemudian dicari persamaan garis serta nilai R, dengan cara klik kanan pada garis kurva kemudian pilih add trendline, centang pilihan exponential, centang juga pada pilihan display equation on chat dan display R-squared value on chart.

BAB III

HASIL PRAKTIKUM

 

  • Pemberian Obat Melalui Intravena (IV)

Diketahui:

BB kelinci (hewan uji)            =  2,96 kg

Dosis sulfametokasol              = 20 mg/kg

Profil konsentrasi obat yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Waktu Pengambilan Darah

(Menit)

Konsentrasi Plasma (mcg/mL)

Intravena

0 56,12
5 53,73
10 50,51
20 45,81
30 37,86
60 35,71
120 31,35
180 29,61
210 28,18
240 15,32

            Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Kecepatan eliminasi obat
  4. Konsentrasi obat mula-mula
  5. Volume distribusi
  6. AUC pada pemberian obat melalui IV

Jawab:

  1. Model Kompartemen

Pemberian obat sulfametokasol secara intravena mengikuti model kompartemen 1 dapat dilihat dari kurva profil berikut:

  1. Persamaan Farmakokinetika:

Cp = 50,79e-0,004x

  1. Kecepatan eliminasi obat:

Ke = 0,004/menit

  1. Konsentrasi obat mula-mula:

Konsentrasi obat mula-mula pada saat t= 0 adalah 50,79 mcg/mL atau sama dengan 50,79 mg/mL.

  1. Volume distribusi

Dosis = 2,96 Kg x 20 mg/Kg = 59,2 mg

VD = = = 1,165 L.

  1. AUC pada pemberian obat melalui IV

AUC 0-5 = = = 274,625 mg.menit/L

t(menit) C (mcg/ml) AUC
0 56.12 274.625
5 53.73 260.6
10 50.51 481.6
20 45.81 418.35
30 37.86 1103.55
60 35.71 2011.8
120 31.35 1828.8
180 29.61 866.85
210 28.18 652.5
240 15.32

AUC 0-240     = 7898,675 mg.menit/L

CPn =  Kadar Obat pada data terakhir

AUC 0 – ~       =

       =

                        = 3830 mg.menit/L

AUC TOTAL = 11728.675 mg.menit/L

  • Pemberian Obat Melalui Intramuskular (IM)

Diketahui:

BB kelinci (hewan uji)            = 2,86 kg

Dosis sulfametokasol              = 50 mg/kg

Profil konsenttrasi obat yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Waktu Pengambilan Darah

(Menit)

Konsentrasi Plasma (mcg/mL)

Intramuskular

0 0
5 0,16
10 3,36
20 5,71
30 7,42
60 8,96
120 14,02
180 10,17
210 8,42
240 6,12

Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Kecepatan eliminasi obat
  4. Waktu maksimum (tmax)
  5. Konsentrasi obat maksimum (CMax)
  6. AUC

Jawab:

Model Kompartemen

Pemberian obat sulfametokasol secara intramuskular mengikuti model kompartemen 1, dengan persamaan: y = 2,513e-0,006x dapat dilihat dari kurva profil berikut:

Persamaan Farmakokinetika

Persamaan Fase Eliminasi = 47,69e-0,008x

 

t (menit) Cp (mcg/mL) Cp Terminal Cp Residual
5 0.16 45.8200484 45.660048
10 3.36 44.0234186 40.663419
20 5.71 40.6387373 34.928737
30 7.42 37.5142827 30.094283

Persamaan Absorpsi: y=48,71e-0,01x

 

Sehingga Persamaan ini adalah

Cp             = (e-Ke.t – e-Ka.t)

      =  (e-0,008t – e-0,01t)

      = (e-0,008t – e-0,01t)

      = 130,332 mg/L (e-0,008t – e-0,01t)

Tetapan Laju Absorpsi

Ka = 0,01/ menit

Kecepatan eliminasi obat

Ke = 0,008/menit

AUC

AUC 5-10 = = = 8,8 mg.menit/L

t(menit) C (mcg/ml) AUC
5 0.16 8.8
10 3.36 45.35
20 5.71 65.65
30 7.42 245.7
60 8.96 689.4
120 14.02 725.7
180 10.17 278.85
210 8.42 218.1
240 6.12

AUC (5-240)        = 2277,55 mg.menit/L

CPn =  Kadar Obat pada data terakhir

AUC (0 – ~)         =

                         =

                                    = 765 mg.menit/L

AUC TOTAL       = AUC (5-240) + AUC (0 – ~)

                              = 2277,55 mg.menit/L + 765 mg.menit/L

= 3042,55 mg.menit/

  1. Dosis Obat yang Diberikan

2,86 Kg x 50 mg/Kg = 143 mg

  1. Fraksi Obat Terabsorpsi (F)

Availabilitas Absolut (F)   =

                                          =

=

                                          = 0,107

  1. Volume Distribusi

VD =  =  =  = 0,587 L

  1. Waktu maksimum (tmax)

tmax          = log

                  = log

                  = log 1,25

                  = 1150 log 1,25

                  = 111,4 menit

     Konsentrasi obat maksimum (CMax)

Cp max      =  –

                  =  –

                  =  –

                                    = 130,332 mg/L  –

                                    = 130,332 mg/L (0,41 – 0,32)

                                    = 11,72 mg/L

  • Pemberian Obat Melalui Per Oral (PO)

Diketahui:

BB kelinci (hewan uji)            = 3,01 kg

Dosis sulfametokasol              = 50 mg/kg

Profil konsenttrasi obat yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Waktu Pengambilan Darah

(Menit)

Konsentrasi Plasma (mcg/mL)

Peroral

0 0
5 11,26
10 21,56
20 37,29
30 20,41
60 25,39
120 17,05
180 13,67
210 5,78
240 4,49

Ditanya:

  1. Model Kompartemen
  2. Persamaan Farmakokinetika
  3. Kecepatan eliminasi obat
  4. Waktu maksimum (tmax)
  5. Konsentrasi obat maksimum (CMax)
  6. AUC

Jawab:

Model Kompartemen

Pemberian obat sulfametokasol secara peroral mengikuti model kompartemen 1, dengan persamaan: y = 25,60e-0,006x dapat dilihat dari kurva profil berikut:

Persamaan Farmakokinetika

Persamaan Fase Eliminasi = 348,5e-0,019x

 

t (menit) Cp (mcg/mL) Cp Terminal Cp Residual
5 11.26 316.9165 305.6565
10 21.56 288.1953 266.6353
20 37.29 238.3257 201.0357

Persamaan Absorpsi: y=352,09e-0,028x

 Sehingga Persamaan ini adalah

Cp             = (e-Ke.t – e-Ka.t)

      =  (e-0,019t – e-0,028t)

      =

      =  250,54 mg/L (e-0,019t – e-0,028t)

Tetapan Laju Absorpsi

Ka = 0,028/ menit

Kecepatan eliminasi obat

Ke = 0,019/menit

AUC

AUC (5-10) = = = 82,05 mg.menit/L

t(menit) C (mcg/ml) AUC
5 11.26 82.05
10 21.56 294.25
20 37.29 288.5
30 20.41 687
60 25.39 1273.2
120 17.05 921.6
180 13.67 291.75
210 5.78 154.05
240 4.49

AUC (5-240)        = 3992,4 mg.menit/L

CPn =  Kadar Obat pada data terakhir

AUC (0 – ~)         =

                         =

                                    = 236,3158 mg.menit/L

AUC TOTAL       = 4228,716 mg.menit/L

Dosis Obat yang Diberikan

3,01 Kg x 50 mg/Kg = 150,5 mg

Fraksi Obat Terabsorpsi (F)

Availabilitas Absolut (F)   = 0,1418

Volume Distribusi

VD =  =  =  = 0, 265 L

Waktu maksimum (tmax)

tmax          = log

                  = log

                  = log 1,474

                  = 255,56 log 1,474

                  = 43,06 menit

Konsentrasi obat maksimum (CMax)

Cp max      =  –

                  =  –

                  =  –

                                    = 250,543 mg/L

                                    = 35,32 mg/L

  • Bioavailabilitas Relatif dan Absolut
    • Bioavailabilitas Relatif:

Oral dengan Intramuskular

Availabilitas relatif     = 1,32 atau 132%

  • Bioavailabilitas Absolut

Intravena

Availabilitas Absolut (F) = 1

Intramuscular

Availabilitas Absolut (F)     = 0,107 atau 10,7%

Oral

Availabilitas Absolut (F)         = 0,141 atau 14,1%

BAB IV

PEMBAHASAN

 

  • Model Kompartemen

Pada rute pemberian intravena, rute ini mengikuti Model farmakokinetia kompartemen I. Kurva pada kompartemen I menggambarkan proses distribusi dan eliminasi obat dalam tubuh. Jika obat diasumsikan sebagai satu kompartemen, obat akan distribusikan secara serentak dan homogen ke dalam kompartemen dan eliminasi obat terjadi dari kompartemen segera setelah diinjeksikan. Pada rute Intravena ini tidak mengalami fase absorpsi, karena obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik.

Model rute pemberian intramuskular mengikuti model rute oral, karena intramuskular adalah tindakan menyuntikkan obat ke dalam otot dan pada penyuntikan ini mengalami proses absorpsi sebelum masuk ke sirkulasi sistemik. Pada rute intramuscular ini mengikuti model kompartemen 1 terbuka. Obat-obat yang mengikuti kompartemen 1 terbuka ini, memiliki 2 fase yaitu fase absorpsi dan eliminasi mengikuti orde kesatu setelah pemberian ekstravaskular.

  • Persamaan Farmakokinetika

Intravena  :y = 50,79e-0,004x.Persamaan farmakokinetika ini menjelaskan bahwa kadar obat dalam darah (plasma atau serum) adalah 50,79 segera setelah penyuntikan intravena pada waktu t = 0, dengan tetapan kecepatan eliminasi yaitu 0,004 dari tubuh. Dapat dilihat dari persamaan ini obat tidak mengalami proses absorpsi melainkab langsung didistribusikan ke sistemik dan langsung tereliminasi. Sedangkan pada rute pemberian intramuscular dengan persamaan: y = 130,332 mg/L (e-0,008t – e-0,01t)  dan  rute pemberian oral dengan persamaan: 250,54 mg/L (e-0,019t – e-0,028t) dimana ketika obat ini diberikan, obat harus melarut terlebih dahulu pada cairan tubuh. Pada IM atau intramuskuler konsentrasi obat dalam plasma naik dengan cepat tetapi lebih lambat dibandingkan dengan intravena. Pada daerah penyuntikan intramuskuler dilakukan di daerah otot, dimana obat yang masuk harus mengalami proses absorpsi dari jaringan otot ke sirkulasi sistemik sedangkan laju absorpsi oral lebih lambat dibandingkan dengan IV dan IM. Ini dikarenakan obat oral mengalami proses yang lebih panjang sebelum diabsorpsi meliputi liberasi dan disolusi dan adanya pass first effect dimana konsentrasi obat berkurang sebelum mencapai sirkulasi.

  • Tmaks dan Cmaks

Ketika obat baru saja diberikan kepada subjek (pada t=0) kadar obat di dalam darah C = 0 karena belum ada proses absorpsi. Kemudian karena jumlah obat yang diabsorpsi pada waktu-waktu awal lebih besar dari jumlah obat yang dieliminasi (rasio ka/ke dapat berkisar antara 5-10 kali) kadar obat di dalam darah terus meningkat sampai mencapai kadar puncak (Cmaks).

Pada rute pemberian IV, konsentrasi plasma maksimum telah tercapai pada saat awal penyuntikan sedangkan pada rute IM adalah 11,72 mg/L dengan  sedangkan pada PO adalah 37,11 mg/L sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai Cmaks disebut tmaks. tmaks pada rute pemberian IV telah tercapai pada saat penyuntikan sedangkan pada rute IM adalah 111,4 menit sedangkan PO adalah 43,06 menit. perhitungan Cmaks dan tmaks ini diperlukan, karena pengukuran langsung konsentrasi obat maksimum tidak memungkinkan sehubungan dengan waktu pengambian cuplikan serum yang tidak tepat. Setelah  mencapai Cmaks kadar obat di dalam darah terus menurun sebab jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi semakin berkurang, menyebabkan jumlah obat di tempat absorpsi menjadi sangat kecil atau boleh dianggap nol.

  • Availabilitas
    • Availabilitas Relatif

Availabilitas relatif adalah ketersedian hayati zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intravena. Dalam praktikum ini sediaan obat yang dibandingkan adalah sediaan obat pada rute PO terhadap IM sebesar 1,32 atau sama dengan 132 %. Availabilitas relatif ini membandingkan secara relatif availabilitas suatu bentuk sediaan obat per oral dengan bentuk sediaan obat sejenis lainnya. Jadi, dalam praktikum ini perbedaan availabilitas antara rute PO dengan IM secara statistik tidak bermakna. Adalah memungkinkan availabilitas relatif besar dari 100% (Shargel,2012).

  • Availabilitas Absolut

Availabilitas  absolute obat adalah availabilitas sistemik suatu obat  setelah pemakaian ekstravaskuler misalnya oral, rectal, transderma, subkutan. Dibandingkan terhadap dosis IV availabilitas absolute suatu obat biasanya diukur dengan membandingkan AUC produk yang bersangkutan setelah pemberian ekstravaskuler dan IV.

Pada rute pemberian IV, nilai F = 1, karena seluruh dosis terdapat dalam sirkulasi sistemik dengan segera. Sedangkan pada rute pemberian IM adalah 0,107 sedangkan pada pemberian oral adalah 0,1418.  Setelah pemberian obat secara oral, F dapat berbeda mulai dari harga F sama dengan nol sampai F sama dengan satu (absorpsi obat sempurna).

 BAB V

KESIMPULAN

 

Dari praktikum hubungan rute pemberian obat dengan bioavailabilitas obat dapat disimpulkan bahwa rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat. Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Ada 2 unsur penting dalam absorpsi obat yaitu kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat yang diabsorpsi.

Pada praktikum ini menunjukkan pemberian obat dengan cara intravena lebih cepat  daripada cara-cara lainnya dalam hal menimbulkan efek, tidak mengalami absorpsi dan tidak mengalami first pass metabolism, dalam arti biovailabilitas 100% sedangkan untuk rute pemberian secara IM dan PO, obat mengalami absorpsi dan memiliki bioavailabilitas kurang dari 100%, karena pada rute ini tidak semua obat dapat terabsorpsi sempurna.

Oleh karena itu hubungan rute pemberian obat dengan bioavailabilitas obat adalah untu mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi dan kecepatan obat berada dalam sirkulasi sistemik serta dapat diperkirakan tercapai tidaknya efek terapi yang dikehendaki menurut formulasinya. Selain itu  dapat juga digunakan memilih satu dari alternatif dua atau lebih bentuk sediaan yang sama dengan formulasi yang berbeda yang akan diproduksi oleh suatu pabrik, sehingga diketahui pengaruh komponen formulasi terhadap bioavailabilitas.

DAFTAR PUSTAKA

 Hakim, L. 2015. Farmakokinetik Klinis. Yogyakarta: Bursa Ilmu. Hal.305-313

Shargel, L.dkk. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 51-53, 73-75,161-163,453-457

 

FARMAKOKINETIKA INTRAVENA (IV) KOMPARTEMEN TERBUKA

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

FARMAKOKINETIKA INTRAVENA (IV) KOMPARTEMEN TERBUKA

B1 – KELOMPOK 4

NI PUTU DEWI WAHYUNI                                               (162200020)

NI PUTU ERNA WIDIASMINI                              (162200021)

PUTU AYU WIDYA GALIH MEGA PUTRI         (162200022)

NI PUTU IRMA RIANA RAHMADEWI               (162200023)

SANG PUTU GEDE ADI PRATAMA                    (162200024)

JURUSAN FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA

2016/2017


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum farmakokinetika i.v. kompartemen terbuka dan model kompartemen ganda ini adalah sebagai berikut: Continue reading FARMAKOKINETIKA INTRAVENA (IV) KOMPARTEMEN TERBUKA